Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Dampaknya Bila ITRC Pangkas Ekspor Karet

Pemangkasan ekspor karet dari ITRC bisa menjadi solusi terakhir untuk mengerek harga di tingkat global. Bila hal ini terjadi, harga karet berpeluang mencapai level 240 yen250 yen (US$2,14US$2,23) per kg pada akhir 2017.

Bisnis.com, JAKARTA — Pemangkasan ekspor karet dari ITRC bisa menjadi solusi terakhir untuk mengerek harga di tingkat global. Bila hal ini terjadi, harga karet berpeluang mencapai level 240 yen—250 yen (US$2,14—US$2,23) per kg pada akhir 2017.

Senior Research and Analyst PT Asia Trade Point Futures (ATPF) Andri Hardianto menyampaikan pemangkasan ekspor karet tiga negara, yakni Thailand, Indonesia, dan Malaysia yang tergabung di dalam International Tripartite Rubber Council (ITRC) merupakan solusi terakhir untuk meningkatkan harga.

Bagaikan dua sisi mata uang, skema yang dikenal dengan sebutan Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) memiliki efek positif dan negatif. Efek positifnya harga karet dijamin dapat membaik, tetapi negatifnya industri perkebunan masing-masing negara perlu membatasi produksi.

“Langkah pemangkasan eskpor dan produksi ini menjadi langkah terakhir yang bisa diambil karena memengaruhi industri perkebunan domestik masing-masing ,” tuturnya saat dihubungi Bisnis.com, Rabu (19/7/2017).

Dalam jangka panjang, menurutnya pasar karet global bergantung kepada permintaan China, sebagai konsumen terbesar di dunia. Mengutip laporan Bank Dunia, pada 2016 Negeri Panda menyerap 4,79 juta ton karet, atau 38,35% dari total global sejumlah 12,51 juta ton.

Seperti yang terjadi dalam waktu dekat, harga karet menguat setelah pasar merespons data penjualan mobil yang lebih tinggi di China, sehingga meningkatkan ekspektasi bertumbuhnya impor karet alam. Alhasil harga komoditas tersebut menguat.

Pada penutupan perdagangan Rabu (19/7), harga karet untuk pengiriman Desember 2017 di Tokyo Commodity Exchange (Tocom) meningkat 3,08% atau 6,20 poin ke level 207,70 yen (US$1,81) per kilogram. Namun, harga masih merosot sekitar 25% sepanjang tahun berjalan.

Mengutip data Bloomberg, produksi kendaraan di China pada Juni 2017 naik 3,9% month to month (mtm) menjadi 2,17 juta unit. Sepanjang tahun berjalan, angka produksi naik 4,6% year on year (yoy) menuju 13,53 juta unit.

Selain itu, harga terdorong oleh merosotnya persediaan karet di Pelabuhan Qingdao. Persediaan pada 7 Juli 2017 menurun 4,1% dari pekan sebelumnya menuju 208.100 ton.

“Jika permintaan China mengalami kontraksi, memang dibutuhkan aksi atau kebijakan baru dari negara-negara utama penghasil karet,” paparnya.

Melihat sisi fundamental antara volume suplai dan permintaan, kondisi pasar karet sebenarnya masih cukup bagus. Kendati ada peningkatan produksi dari sejumlah negara produsen, tingkat permintaan masih bertumbuh di sejumlah wilayah seperti negara-negara Amerika Latin, India, dan Iran.

Katalis lain yang turut memengaruhi harga karet ialah mendinginnya harga minyak mentah. Komoditas minyak digunakan sebagai bahan baku karet sintetis, sehingga kinerjanya cukup memengaruhi karet.

Pada perdagangan Kamis (20/7/2017) pukul 10.00 WIB harga minyak WTI kontrak Agustus 2017 menurun 0,03 poin atau 0,06% menuju US$47,09 per barel. Sepanjang tahun berjalan harga terkoreksi 12,38%.

Melesunya harga minyak merupakan imbas kurang puasnya pasar terhadap aksi pemangkasan produksi OPEC bersama sejumlah negara produsen lainnya atau non-OPEC. Mereka sepakat memotong suplai sekitar 1,8 juta barel per hari (bph) mulai Januari 2017—Juni 2017, yang kemudian diperpanjang hingga Maret 2018.

Sayangnya kesepakatan tersebut membuat pasar kecut hati. Sejumlah analis menilai seharusnya OPEC dan non-OPEC memperdalam pemangkasan volume, tidak hanya 1,8 juta bph untuk mengatasi surplus suplai.

Ada pula yang berpendapat pasar minyak baru terlihat seimbang jika pemangkasan produksi dilakukan hingga semester I/2018. Pasalnya penambahan suplai dari AS dan negara lain kerap membayangi.

Menurut Andri bila nantinya ITRC sepakat memangkas volume ekspor, perjanjian ini lebih mudah direalisasikan dibandingkan dengan perjanjian OPEC dan non-OPEC, karena hanya melibatkan tiga negara. Sentimen pemangkasan ekspor juga akan mendongkrak harga, seperti faktor AETS yang dilakukan tahun lalu.

Bila harga dirasa jatuh cukup dalam, pemangkasan suplai memang perlu dilakukan. Sentimen tersebut dapat membawa harga karet menuju level 240 yen—250 yen (US$2,14—US$2,23) per kg pada akhir 2017.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Riendy Astria

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper