Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

MNC Sekuritas: Pasar SUN Masih Bergerak Beragam

Faktor yang berpengaruh adalah arah pergerakan nilai tukar rupiah, respons terhadap pernyataan lambatnya proyeksi ekonomi global oleh IMF, serta hasil positif dari lelang penjualan SUN.
Ilustrasi Surat Utang Negara
Ilustrasi Surat Utang Negara

Bisnis.com, JAKARTA -- MNC Sekuritas memperkirakan harga Surat Utang Negara (SUN) di pasar sekunder masih bergerak beragam pada perdagangan Rabu (23/1/2019).

Faktor yang berpengaruh adalah arah pergerakan nilai tukar rupiah, respons terhadap pernyataan lambatnya proyeksi ekonomi global oleh IMF, serta hasil positif dari lelang penjualan SUN.

Kepala Divisi Riset Fixed Income MNC Sekuritas I Made Adi Saputra mengatakan bahwa pergerakan harga SUN pada perdagangan hari ini akan lebih banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal.

"Dengan harga SUN yang masih berpeluang untuk mengalami kenaikan, terutama pada tenor di atas 7 tahun, maka kami menyarankan kepada investor untuk mencermati beberapa SUN dan melakukan strategi trading untuk memanfaatkan momentum kenaikan harga tersebut," paparnya dalam riset harian, Rabu (23/1).

Beberapa seri SUN yang perlu dicermati adalah FR0053, FR0069, FR0061, FR0070, FR0067, dan FR0065.

Pada perdagangan Selasa (22/1), yield SUN bergerak beragam dengan kecenderungan naik di tengah pelaku pasar yang masih berhati-hati melakukan transaksi di pasar sekunder.

Imbal hasil SUN tenor pendek dan menengah di bawah 10 tahun terlihat naik 3 bps dengan didorong oleh adanya penurunan harga yang mencapai 10 bps. Untuk tenor jangka panjang di atas 10 tahun, perubahan yield cenderung turun yang didorong oleh perubahan harga sebesar 10 bps.

Pada seri acuan, perubahan tingkat imbal hasil relatif terbatas sebesar 1 bps yang didorong oleh perubahan harga hingga 9 bps.

Bervariasinya pergerakan imbal hasil SUN yang terjadi pada perdagangan kemarin didorong oleh nilai tukar rupiah dan respons pelaku pasar terhadap pernyataan IMF terkait proyeksi ekonomi.

Managing Director IMF Christine Lagarde memberikan pernyataan bahwa ekonomi global akan tumbuh 3,5% pada 2019, lebih lambat dibandingkan proyeksi yang dibuat pada Oktober 2018, yang sebesar 3,7%. Hal ini membuat para pelaku pasar pesimistis, sehingga cenderung berhati-hati dalam melakukan transaksi.

Sementara itu, perdagangan SUN berdenominasi dolar AS menunjukkan pergerakan imbal hasil yang relatif tetap seiring liburnya perdagangan di AS pada Senin (21/1). Imbal hasil INDO24, INDO29, INDO44, INDO49 tidak mengalami perubahan dibandingkan perdagangan sebelumnya, masing-masing di level 3,975%, 4,357%, 5,104%, dan 4,960%.

Volume perdagangan SUN yang dilaporkan pada kemarin senilai Rp 8,21 triliun dari 38 seri yang diperdagangkan. Volume perdagangan terbesar tercatat pada seri FR0068 yaitu sebesar Rp1,377 triliun dari 40 kali transaksi, diikuti seri FR0072 dengan volume sebesar Rp1,219 triliun dari 48 kali transaksi.

Untuk Sukuk Negara, Project Based Sukuk seri PBS019 menduduki volume perdagangan tertinggi dengan nilai Rp584,47 miliar dari 30 kali transaksi. Diikuti Project Based Sukuk seri PBS012 dengan volume sebesar Rp280 miliar dari 1 kali transaksi.

Adapun untuk volume Sukuk Negara Ritel seri SR009 dan SR008 masing-masing sebesar Rp171,58 miliar dari 10 kali transaksi dan Rp166,75 miliar dari 11 kali transaksi.

Sementara itu, volume perdagangan untuk surat utang korporasi yang dilaporkan pada perdagangan kemarin mengalami peningkatan dari perdagangan sebelumnya yaitu senilai Rp614,95 miliar dari 40 seri yang diperdagangkan.

Obligasi Berkelanjutan IV Adira Finance Tahap III Tahun 2018 Seri (ADMF04CCN3) menjadi surat utang korporasi dengan volume perdagangan terbesar, dengan nilai Rp85 miliar dari 2 kali transaksi. Diikuti Obligasi Berkelanjutan Indonesia Eximbank III Tahap IV Tahun 2017 Seri B (BEXI03BCN4) sebesar Rp60 miliar dari 2 kali transaksi.

Di sisi lain, nilai tukar rupiah ditutup menguat terbatas sebesar 6,50 pts (0,06%) di level Rp14.220 per dolar AS pada Selasa (22/1). Yen Jepang (JPY) dan rupiah merupakan mata uang yang mengalami penguatan di tengah melemahnya mata uang regional, masing-masing menguat 0,16% dan 0,06% terhadap dolar AS.

Adapun ringgit Malaysia (MYR) mengalami pelemahan terbesar di regional yaitu sebesar 0,46%, diikuti peso Filipina (PHP) dan won Korea Selatan (KRW) yang masing-masing terkoreksi 0,33% dan 0,24%.

Imbal hasil US Treasury bertenor 10 tahun ditutup naik 1 bps ke level 2,741%, sedangkan yield US Treasury dengan tenor 30 tahun menguat di level 3,061%.

Namun, hal ini tidak diimbangi dengan menguatnya kondisi pasar saham AS, di mana indeks saham utamanya terkoreksi 122 bps ke level 24404,48 (DJIA) dan indeks NASDAQ turun hingga 191 bps ke level 7020,36.

Adapun imbal hasil surat utang Inggris bertenor 10 tahun mengalami penurunan ke level 1,32%. Surat utang Jerman bertenor 10 tahun juga turut mengalami penurunan ke level 0,228%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper