Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasar Saham Asia Kembali Tertekan

Bursa saham Asia kembali tertekan dan mengawali pekan ini, Senin (10/9/2018), di zona merah saat dolar AS menanjak di tengah memanasnya tensi perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Bursa Asia MSCI/Reuters
Bursa Asia MSCI/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Asia kembali tertekan dan mengawali pekan ini, Senin (10/9/2018), di zona merah saat dolar AS menanjak di tengah memanasnya tensi perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China.

Dilansir dari Reuters, indeks MSCI Asia Pacific selain Jepang turun 0,6%, memperpanjang pelemahannya pekan lalu ketika mencatatkan penurunan sebesar 3,5%, penurunan mingguan terburuk sejak pertengahan Maret.

Sementara itu, indeks Nikkei Jepang dibuka lebih rendah meskipun tak lama memangkas pelemahannya pascarilis revisi data produk domestik bruto (PDB) kuartal kedua yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi Negeri Sakura dengan laju tercepat sejak 2016.

Di sisi lain, bursa saham China melemah, dengan indeks saham blue-chip turun 0,6%, sedangkan indeks Shanghai Composite turun 0,4% dan indeks Hang Seng Hong Kong melemah 0,8%.

Pada Jumat (7/9), bursa saham Wall Street berakhir lebih rendah dan indeks saham dunia mencatat penurunan mingguan terbesarnya dalam hampir enam bulan setelah Trump mengancam akan mengenakan tarif pada impor Cina senilai US$267 miliar.

Nilai ini melebihi rencana Trump sebelumnya untuk mengenakan tarif terhadap barang-barang asal Cina senilai US$200 miliar.

Pemerintah China telah mengingatkan akan melakukan pembalasan jika AS meluncurkan langkah-langkah baru, tetapi diketahui kehabisan ruang untuk menyesuaikan langkah itu dalam nilai dolar AS.

Hal ini mendorong kekhawatiran bahwa pemerintah China dapat menggunakan langkah-langkah lain seperti pelemahan yuan ataupun mengambil tindakan terhadap perusahaan-perusahaan AS di China.

"Ada kesan Amerika Serikat akan terus meningkatkan tekanan sampai China tunduk pada tuntutan AS yang tampaknya tidak mungkin terjadi dalam waktu dekat,” tulis JPMorgan dalam risetnya, seperti dikutip Reuters.

"Secara keseluruhan, dampak dari tarif dan tingkat ketidakpastian yang tinggi akan terus membebani pasar hingga akhir tahun ini.”

Data perdagangan China yang dirilis pada Sabtu (8/9) dapat memberi Trump lebih banyak alasan untuk memacu tensi yang telah memanas. Surplus perdagangan China dengan Amerika Serikat dilaporkan melebar menyentuh rekornya pada Agustus.

Turut membebani bursa saham global adalah prospek kenaikan suku bunga yang lebih cepat oleh The Federal Reserve menyusul rilis data pada Jumat (7/9), yang menunjukkan akselerasi pertumbuhan pekerjaan AS pada Agustus.

Bank sentral AS tersebut diantisipasi akan menaikkan suku bunga untuk ketiga kalinya tahun ini pada akhir September.

Laporan ketenagakerjaan  pun mendorong penguatan dolar AS, yang mempertahankan kenaikannya pada Jumat (8/9). Indeks dolar AS telah naik 3,5% sepanjang tahun ini.

"Ketidakpastian perdagangan tetap menjadi kekhawatiran signifikan untuk rencana investasi bisnis di masa depan. Ketidakpastian itu dapat menghasilkan lebih banyak volatilitas pasar saham saat investor khawatir bahwa The Fed mungkin bergerak terlalu jauh dalam kampanye normalisasinya,” ujar Lachlan McPherson, konsultan investasi senior di Charles Schwab Australia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper