Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Persediaan Menyusut, Harga Batu Bara Melaju

Harga batu bara melambung kembali ke level di atas US$100 per ton seiring dengan kondisi menurunnya persediaan global.
Alat berat dioperasikan untuk membongkar muatan batu bara dari kapal tongkang, di Pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (3/4/2018)./JIBI-Paulus Tandi Bone
Alat berat dioperasikan untuk membongkar muatan batu bara dari kapal tongkang, di Pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (3/4/2018)./JIBI-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA – Harga batu bara melambung kembali ke level di atas US$100 per ton seiring dengan kondisi menurunnya persediaan global.

Harga batu bara Newcastel kontrak teraktif Juni 2018 menguat 2,65 poin atau 2,67% menjadi US$102,05 per ton pada penutupan perdagangan Selasa (1/5).

Angka tersebut merupakan penguatan 5 sesi berturut—turut. Harga mencapai level US$100 per ton terakhir terjadi pada awal Maret. Secara year-to-date (ytd), harga telah melemah 1,24%.

Harga mengalami penguatan seiring dengan merosotnya persediaan global yang didorong oleh upaya para produsen dalam mengurangi produksi guna memerangi polusi udara.

Dilansir dari Bloomberg, dikabarkan bahwa Pemerintah dari Asia hingga Eropa membuat aturan ketat untuk membatasi output terkait dengan perubahan iklim yang semakin meningkat.

Hal ini mendorong output dari bahan bakar paling kotor di dunia ini menjadi turun. Penurunan signifikan terjadi di China, produsen sekaligus konsumen batu bara terbesar di dunia yang berkontribusi hingga separuh dari pasokan global.

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh perusahaan minyak bumi yang bermarkas di London BP Plc, persediaan batu bara telah mengalami penurunan dan jumlah yang diekspor merosot.

“Sementara penggunaan batu bara global dan hasil tambang telah menurun, produksi gagal mengikuti permintaan untuk pertama kali dalam waktu 7 tahun sejak 2016,” paparnya.

“Outlook pada kuartal II/2018 sepertinya konsolidasi karena harga sulit anjlok di tengah adanya permintaan untuk stockpiling musim dingin, lalu kuartal III naik hingga memuncak di Desember,” kata Wahyu T. Laksono, analis Central Capital Futures baru—baru ini.

Wahyu menegaskan bahwa akan terjadi kemungkinan bullish yang tidak terlalu memuncak serta pelemahan yang tidak tajam. Hal itu mengacu pada konteks China sebagai faktor utama yang mengontrol harga baik via pembatasan produksi, stockpiling, normalisasi, dan strategi impor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Eva Rianti
Sumber : Bloomberg

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper