Bisnis.com, MEDAN -- Penerapan pembatasan ekspor karet selama tiga bulan pertama 2018 yang disepakati oleh tiga negara eksportir karet yang tergabung dalam International Tripartite Rubber Council (ITRC) tampaknya belum berdampak banyak terhadap peningkatan harga.
Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatra Utara (Sumut) mencatat harga karet pada saat pengumuman Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) kelima, yakni pada 30 November 2017, berada pada level US$145,3 sen per kilogram (kg) untuk TSR20 berdasarkan SICOM.
Adapun selama implementasinya, harga karet rata-rata ada di level US$146,71 sen per kg atau hanya meningkat US$1,41 sen.
Kendati demikian, Sekretaris Eksekutif Gapkindo Sumut Edy Irwansyah menilai penerapan AETS cukup berhasil, khususnya dalam mencegah agar nilai karet tidak merosot lebih jauh lagi.
"Tujuan utama untuk menahan agar tidak jatuh pada saat diumumkan sudah berhasil," katanya, Senin (9/4/2018) malam.
Seperti diketahui, para eksportir karet di Indonesia, Thailand, dan Malaysia setuju untuk memangkas penjualan di pasar global sebanyak 350.000 ton hingga Maret 2018 sebagai bagian dari kesepakatan tiga negara produsen untuk mengerek harga komoditas tersebut.
Berdasarkan data dari Gapkindo Sumut, AETS sudah mulai diterapkan sejak 2003.
Pada 2009, ketika harga karet berada di level US$140,79 sen per kg, AETS kembali diterapkan. Dalam perjalanan implementasi AETS selama setahun penuh pada 2009, harga karet sempat turun dan kembali naik hingga mencapai US$178,25 sen per kg dengan harga rata rata sepanjang tahun sebesar US$149,04.
Adapun pada penerapan AETS pada 2016, yang dimulai pada Maret, harga karet ada di posisi US$128,02 sen per kg dan berakhir di level US$188,25 sen per kg pada Desember tahun yang sama.
Kendati belum terlihat peningkatan harga signifikan, Edy mengaku belum mengetahui apakah perjanjian ini akan diperpanjang atau tidak.
"Belum tahu, masih menunggu sidang ITRC, mungkin bulan ini," tambahnya.