Bisnis.com, JAKARTA – Harga gula sepanjang tahun berjalan mengalami penurunan hingga lebih dari 14%, pelemahan tertinggi di antara komoditas perkebunan lainnya. Penurunan tersebut dipicu oleh kondisi pasar yang diprediksi masih akan mengalami surplus pada musim 2017/2018 dan musim depan.
Terpantau, harga gula di ICE New York kontrak teraktif Mei 2018 pada perdagangan Kamis (8/3) pukul 19.00 WIB rebound 0,26 poin atau 2,03% menjadi US$13,05 sen per pon. Secara year to date (ytd), harga melemah 14,31%.
Pada tahun lalu, harga gula telah jatuh sekitar 28% seiring dengan kondisi surplus global akibat meningkatnya produksi di Eropa dan India. Adapun, pada tahun ini analis memperkirakan produksi gula juga akan meningkat, sehingga pasar mengalami surplus dan berimbas pada pelemahan harga.
Direktur Jenderal Asosiasi Pabrik Gula India (ISMA) Abinash Verma memproyeksikan adanya kenaikan output gula pada musim 2017/2018 sebesar 13% menjadi 29,5 juta ton.
“Peningkatan produksi 13% pada musim ini menjadi level tertinggi sepanjang masa. Tingkat produksi tersebut didorong dari output yang meningkat di Maharashtra dan Karnataka [India],” kata Verma, seperti dilansir Bloomberg, Kamis (8/3/2018).
“Penanaman saat ini juga cenderung menunjukkan bahwa produksi gula pada musim 2018/2019 akan lebih tinggi daripada musim ini,” lanjutnya.
Baca Juga
Verma menambahkan bahwa dengan meningkatnya jumlah produksi di India, Negeri Hindia akan mengekspor lebih banyak gula pada musim ini. Diproyeksikan India akan mengirim sekitar 2 juta ton gula. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak musim 2013/2014 ketika India mengapalkan gula sebanyak 2,13 juta ton.
Proyeksi tersebut lebih tinggi dari prediksi bulan lalu sebesar 1,5 juta ton dalam 6—8 bulan ke depan dan ekspektasi pada Januari sebesar 1 juta ton.