Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Jagung Turun, Ekspor Gorontalo Nihil

Tren harga jagung dunia yang melandai membuat petani di Gorontalo enggan menjual hasil produksi ke luar negeri. Alhasil, neraca perdagangan luar negeri provinsi Serambi Madinah itu defisit dalam dua bulan berturut-turut.
Petani sedang mengupas kulit jagung/Antara
Petani sedang mengupas kulit jagung/Antara

Bisnis.com, MANADO --Tren harga jagung dunia yang melandai membuat petani di Gorontalo enggan menjual hasil produksi ke luar negeri. Alhasil, neraca perdagangan luar negeri provinsi Serambi Madinah itu defisit dalam dua bulan berturut-turut.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, sejak Desember 2016 hingga Februari 2017, ekspor Gorontalo nihil. Maka, secara kumulatif dalam dua bulan pertama 2017, ekspor Gorontalo turun 100%. Di periode Januari-Februari 2016, Gorontalo masih mencetak ekspor bungkil kopra senilai US$870.000.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI), Suryono mengatakan kinerja ekspor Gorontalo sangat dipengaruhi oleh komoditas jagung yang menjadi andalah provinsi tersebut. Untuk saat ini harga jagung internasional memang masih tidak menarik bagi para pengusaha," jelasnya kepada Bisnis.com, Senin (10/4/2017).

Data BPS mencatat, ekspor jagung sepanjang 2016 juga nihil. Alhasil, ekspor Gorontalo terkoreksi hingga 86.27% menjadi tinggal US$4,30 juta. Adapun, sepanjang 2015, ekspor Gorontalo mencapai US$31,28 juta di mana 85,24% diantaranya berasal dari ekspor jagung. Hampir seluruh ekspor Gorontalo pada 2015 dikirim ke Filipina.

Biro Statistik Filipina melansir, sejak 2016 impor jagung mulai beralih ke Thailand. Pada 2015, impor jagung Filipina dari Indonesia mencapai 44,5% dari total impor 518.756 ton. Adapun setahun berselang impor jagung dari Indonesia nihil sedangkan impor jagung dari Thailand mencapai 76,58% dari total impor sebanyak 717.944 ton.

Kepala Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo, Muljadi Mario menambahkan, petani di Gorontalo lebih suka menjual jagung ke pasar dalam negeri bila harga jual mencapai di atas Rp3.000 per kg.

Sementara itu, produksi bakal mengalir ke pasar ekspor bila harga jual berada di bawah level Rp3.000 per kg. Pola ini terbentuk semata karena perbedaan margin penjualan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rivki Maulana

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper