Bisnis.com, JAKARTA - Korporasi konstruksi milik negara, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., menetapkan harga pelaksanaan hak memesan efek terlebih dulu (HMETD) atau right issue sebesar Rp2.180 dari rentang yang telah ditetapkan Rp1.525-Rp2.505.
Berdasarkan pengumuman yang disampaikan oleh perseroan pada Jumat (4/11/2016), setiap pemegang 80.000 saham lama sampai penutupan perdagangan pada Selasa (15/11) berhak memperoleh sebanyak 36.697 HMETD.
“Di mana 1 HMETD memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli sebanyak 1 saham baru dengan harga pelaksanaan sebesar Rp2.180 setiap saham yang harus dibayar penuh pada saat mengajukan pemesanan pelaksanaan HMETD,” papar perseroan.
Pelaksanaan dan perdagangan HMETD itu akan dilakukan pada 17-23 November atau mundur dari rencana semula pada 3-9 November. Dalam aksi korporasi itu, PT Mandiri Sekuritas, PT Danareksa Sekuritas dan PT Bahana Securities akan menjadi pembeli siaga.
Seperti diketahui, emiten berkode saham WIKA itu berencana melakukan right issue setelah disetujui oleh Komisi VI, Komisi XI dan Badan Anggaran DPR untuk memperoleh Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp4 triliun yang dianggarkan dalam APBN Perubahan 2016.
Dengan PMN Rp4 triliun, perusahaan dapat melakukan right issue dengan target dana secara keseluruhan Rp6,1 triliun, dimana sekitar Rp2,14 triliun lainnya akan diperoleh dari investor publik di Bursa Efek Indonesia.
Dana hasil right issue itu akan digunakan oleh perseroan sebagian besar dengan porsi 70,77% untuk kebutuhan belanja modal guna mendukung proyek infrastruktur prioritas pemerintah seperti jalan tol, pembangkit listrik, water treatment plant (WTP) dan kawasan industri.
Proyek itu antara lain pembangunan jalan tol Balikpapan-Samarinda dengan penggunaan dana sekitar 7,3%, Manado-Bitung 4,9%, Soreang-Pasirkoja 1,8%, WTP Jatiluhur 1,3%, pembangkit listrik 41,9%, kawasan industri 7,5% dan proyek-proyek lain 6,07%.
Sekitar 29,23% dana lainnya akan digunakan untuk kebutuhan modal kerja guna mengembangkan usaha di bidang infrastruktur antara lain pembangkit listrik, jalan tol dan pengembangan kawasan.
“Lebih lanjut, seluruh penggunaan dana dalam rangka kebutuhan belanja modal hasil dari PMHMETD I ini akan digunakan oleh perseroan dalam bentuk penyertaan pada Special Purpose Vehicle (SPV),” papar perseroan.
Sebagai pengingat, parlemen melarang dana hasil right issue itu digunakan untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Wijaya Karya merupakan BUMN yang terlibat dalam pembangunan proyek kontroversial itu.
Pada saat ini, negara yang diwakili oleh Kementerian BUMN menjadi pemegang saham mayoritas perseroan dengan kepemilikan 65,05% sedangkan publik memiliki 34,93% saham. Direktur Utama Wijaya Karya Bintang Perbowo memiliki 0,02% saham perseroan.