Bisnis.com, JAKARTA - Seusai mendapatkan suntikan modal dari bank/nonbank senilai Rp4 triliun, PT Angkasa Pura I kini mengincar pendanaan dari surat utang senilai Rp3 triliun pada Desember 2016.
Direktur Keuangan dan Informasi Angkasa Pura I Novrihandri mengatakan Angkasa Pura I telah menunjuk empat penjamin emisi (underwriter) untuk obligasi tersebut, yakni Danareksa Sekuritas, Mandiri Sekuritas, Bahana Sekuritas dan BCA Sekuritas.
“Kami akan menggunakan buku Juni 2016 dengan lead underwriter Danareksa. Sekarang, sedang siapkan prospektus dan menunggu hasil audit kelar. Mudah-mudahan, bisa terealisasi pada November-Desember 2016,” katanya di Jakarta, Kamis (18/8/2016).
Novrihandri mengungkapkan bahwa Angkasa Pura I mendapatkan peringkat AAA dari Pefindo. Dengan kata lain, lembaga pemeringkat efek tersebut menetapkan outlook stabil terhadap obligasi Angkasa Pura I.
Dia menilai obligasi dengan peringkat AAA menandakan bahwa risiko gagal bayar sangat rendah, sehingga obligasi yang dikeluarkan Angkasa Pura I memiliki prospek yang baik bagi calon investor untuk menyimpan dananya.
“Untuk kuponnya masih digodok, tetapi kalau melihat rating kami, pasti baguslah. Cuma kalau obligasi itu, terlampau bagus itu enggak boleh juga, nanti malah investornya pada lari,” ujarnya.
Novrihandri menilai pendanaan melalui penerbitan obligasi saat ini sudah umum dilakukan, terutama oleh perusahaan yang bergerak di sektor infrastruktur. Bahkan, Angkasa Pura I juga berencana menerbitkan obligasi pada tahun-tahun mendatang.
Sebelumnya, Angkasa Pura I membutuhkan dana sebanyak Rp25 triliun guna membiayai pengembangan bandara yang dikelola perseroan hingga lima tahun mendatang. Adapun, dana dari obligasi akan menyumbang sekitar Rp14,5 triliun.
“Sementara dari pinjaman itu sekitar Rp10,5 triliun. Tapi kita lihat lagi ke depannya, bisa saja ada perubahan. Namun yang pasti, arah pendanaan kami pada masa mendatang itu memang ke obligasi karena relatif sama seperti ekuitas,” tuturnya.
Novrihandri berharap rencana pendanaan yang dilakukan nantinya ini dapat mempercepat penyelesaian pengembangan bandara. Pasalnya, laju industri penerbangan nasional saat ini tumbuh sangat cepat, sehingga perlu diakomodir.
Dia mencatat pengguna jasa angkutan udara dari Indonesia saat ini baru sekitar 44% dari total jumlah penduduk Indonesia. Sementara, negara seperti Jepang, pengguna angkutan udaranya sudah mencapai 83% dari total penduduk Jepang sebesar 127 juta orang.
Sekadar informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penumpang angkutan udara domestik sepanjang 2015 mencapai 68,8 juta orang, naik 16,74% dari 2014. Sedangkan, penumpang ke luar negeri mencapai 13,7 juta orang, tumbuh 0,27%.
Direktur Utama Angkasa Pura I Sulistyo Wimbo S. Hardjito menuturkan bahwa sebagian besar kapasitas bandara yang dikelola Angkasa Pura I saat ini sudah tidak memadai (lack capacity).
“Ada bandara yang memang kurang memadai seperti Solo dan Yogyakarta, dan ada juga yang pas-pasan seperti Bali dan Surabaya. Namun lebih banyak yang lack capacity. Ini juga disebabkan pembangunan bandaranya yang tidak well design,” katanya.
Wimbo mengungkapkan sedikitnya lima bandara yang menjadi prioritas a.l. Bandara Achmad Yani Semarang, Syamsudin Noor Banjarmasin, Yogyakarta Baru Kulonprogo, Terminal 3 Juanda Surabaya, dan Sultan Hasanuddin Makassar.