Bisnis.com, JAKARTA - Emiten BUMN pertambangan PT Antam (Persero) Tbk., membukukan penjualan emas sebanyak 5,392 ton pada semester I/2016 atau 48,18% dari target sepanjang tahun sebesar 11 ton.
Penjualan batu kuning senilai Rp2,84 triliun ini berkontribusi 67,87% dari total penjualan bersih sejumlah Rp4,18 trilun. Meskipun demikian, penjualan emas anjlok 50,96% dari semester I/2015 sebesar 10,996 ton.
Hari Widjajanto, Marketing Director Antam, menyampaikan turunnya penjualan terutama dipicu pelemahan permintaan impor ke India. Pada tahun lalu, emiten bersandi saham ANTM tersebut menjual sekitar 14 ton emas. India menjadi konsumen utama dengan penyerapan sekitar 8 ton.
Sayangnya, saat itu pemerintah India melihat neraca perdagangan nasional yang tidak berimbang antara ekspor dan impor. Pemerintah pun merasa perlu memberlakukan kebijakan baru.
Salah satu kebijakan tersebut ialah importir emas harus menaruh dana transaksi 100% dalam bank garansi. "Peraturan ini beraku sejak November 2015. Ya akhirnya importir kita melihat [impor emas] tidak lagi menguntungkan," tuturnya kepada Bisnis.com, Senin (1/8/2016).
Oleh karena itu, perusahaan mencari pasar ekspor baru dari negara lain seperti Singapura dan Hongkong. Manajemen juga akan memanfaatkan skema Free Tade Agreement (FTA) wilayah Asean dengan negara-negara Asia Timur.
Hari menuturkan, penjualan emas di dalam negeri berkisar 40%, sehingga ANTM lebih fokus ke ekspor. Saat ini perusahaan masih dalam tahap negosiasi dengan salah satu negara di Asia Timur sebagai pasar baru yang potensial. Namun, dia masih enggan menyebutkan siapa calon importir tersebut.
Pada paruh kedua 2016, dia meyakini penjualan bakal meningkat sesuai tren secara historis. Dari dalam negeri, faktor pemberian bonus akhir tahun bagi karyawan dapat memicu pembelian.
Meskipun demikian, faktor The Fed yang berencana menaikkan suku bunga pada kuartal IV bakal menguatkan nilai dolar, sehingga membatasi kenaikan batu kuning.