Bisnis.com, JAKARTA - Emiten produsen suplemen dan obat PT Merck Tbk menganggarkan belanja modal sekitar 4,5 juta euro tahun ini atau sekitar Rp66,67 miliar untuk penambahan mesin dan peralatan produksi baru.
Arryo Aritrixso Wachjuwidajat, Direktur Pabrik Merck, mengatakan belanja modal tersebut merupakan bagian dari rencana pihaknya untuk memperluas pasar dalam negeri dan memperluas ekspor secara bertahap.
Capital expenditures (capex) yang dianggarkan pada 2016 itu pun, menurutnya, merupakan bagian dari belanja modal yang dianggarkan perseroan sejak 2015 hingga 2018 yang mencapai €25 juta atau setara Rp370 miliar.
Dalam menetapkan besaran belanja modal tersebut perseroan memperhitungkan banyak faktor khususnya nilai tukar rupiah yang selalu berubah dan keputusan akan ekspor.
“Kami berhitung sekitar 20 juta euro hingga 25 juta euro dalam 4 tahun. Tahun ini saja 4,5 juta euro khusus untuk penambahan mesin, tahun lalu di sekitar angka yang sama,” kata Arryo pada Rabu (24/2/2016).
Dia menyebutkan pendanaan 100% datang dari internal perusahaan. Pihaknya belum berencana mencari dana dari pasar modal. Alasannya, pihaknya baru-baru ini melakukan stock split. Total belanja modal hingga 2018 tersebut memang dibagi ke dalam empat masa penyerapan investasi yang berbeda.
Pada tahun pertama, pihaknya membangun infrastruktur yaitu bangunan pabrik dengan memperluas area pabrik di kawasan Jakarta Timur. Tahun kedua dan ketiga adalah penambahan mesin produksi juga pengemasan untuk ketersedian obat tablet maupun kapsul, serta ahun terakhir untuk obat cair.
“Sehingga setelah semuanya rampung kapasitas produksi kami menjadi dua miliar buah per tahun. Tahun ini baru 900 juta buah dengan kapasitas terpakai sekitar 700 juta buah obat,” terangnya.
Total belanja modal emiten berkode MERK tersebut mencapai 60% lebih memang diperuntukkan ekspansi peralatan produksi. Mesin produksi tersebut 95% didatangkan dari negara-negara Eropa seperti Jerman, Inggris, dan Italia. Sisanya, selain sebagai keperluan pembangunan infrastruktur juga digunakan sebagai dana pembaruan sistem tata udara, air dan lain-lain.
Arryo mengakui pihaknya melakukan ekspansi pada saat situasi ekonomi sedang melambat. Menurutnya, hal itu dilakukan untuk mengantisipasi permintaan pasar yang tinggi baik di tingkat lokal maupun regional saat ekonomi kembali pulih.
Adapun untuk kontribusi ekspor, saat ini baru sekitar 34% dari total produksi. Menurutnya, dalam 2 hingga 3 tahun ke depan kontribusi ekspor akan ada di kisaran 40% sampai 45%. Jika kapasitas produksi telah penuh sesudah 2018, pihaknya menargetkan ekspor berkontribusi hingga 50%.
Saat ini pasar ekspor terbesar adalah negara-negara di kawasan Asia Tenggara kecuali Brunei Darussalam. Filipina dan Thailand mengambil porsi terbesar dengan masing-masing 20%. Pihaknya pun mengekspor ke Hong Kong, Panama, dan Yunani.
Akhir tahun ini pihaknya membuka pasar di Asia Selatan dan Timur Tengah. Tahun depan, giliran negara-negara di Afrika Utara dan Afrika Timur yang menerima pasokan MERK. “Kami juga sedang menjajaki ekspor ke Rusia, tapi waktunya belum bisa dipastikan karena kami masih melakukan analisa awal.”
Dia menambahkan kebanyakan produk yang diimpor adalah suplemen dan obat bebas yang mencapai 85% karena persyaratan lebih mudah di negara tujuan. Adapun untuk obat resep pihaknya memasok ke Hongkong dan Filipina.
Sebagai gambaran, merujuk laporan keuangan perseroan, dari segi kinerja sepanjang 9 bulan pada tahun lalu MERK mencatat penjualan Rp754,3 miliar. Jumlah itu tumbuh 17,7% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang Rp640,8 miliar.
Meski penjualannya naik, hal itu diikuti beban pokok penjualan yang juga terkatrol 24,64% menjadi Rp369,03 miliar dari Rp296,06 miliar. Hal itu membuat laba bersih pada Januari-September 2015 turun 14,7% menjadi Rp121,5 miliar dari Rp142,4 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.