Bisnis.com, JAKARTA— PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) memberikan waktu untuk berdiskusi PT Perusahaan Listrik Negara (persero) terkait dengan kapasitas pembangkit listrik yang akan dibangun paling lambat Juli 2015.
Emiten berkode BRPT ini memang masih bimbang apakah akan membangun power plant berkapasitas 150 mega watt (MW) seperti rencana awal atau memperbesar hinga 600 MW.
Presiden Direktur Barito Pacific Agus Salim Pangestu mengatakan saat ini pihaknya masih berdiskusi intensif dengan PT Perusahaan Listrik Negara (persero) untuk menentukan kapasitasnya. Jika sampai Juli tidak mencapai kata sepakat, pihaknya akan melaju sesuai dengan rencana awal yaitu berkapasitas 150 MW.
“Kayaknya deadline-nya bisa lebih awal lagi karena kami harus ngejar target beroperasi di 2019. Mungkin paling telat Juni atau Juli,” katanya kepada Bisnis, Senin (13/4/2015)
Agus menjelaskan, awalnya perseroan akan membangun pembangkit listrik berkapasitas 150 MW di Cilegon, Banten. Kapasitas ini sudah disesuaikan dengan kebutuhan listrik dan steampabrik synthetic rubber hasil patungan anak usahanya PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. dan perusahaan asal Perancis, Michellin. Fasilitas ini ditargetkan rampung pada 2019.
Guna memuluskan rencana awal tersebut, BRPT juga telah menggandeng partner dari luar negeri. Perseroan akan menjadi pemegang saham mayoritas jika pembangkit listrik dengan nilai investasi US$400 juta ini tetap sesuai dengan rencana awal.
Namun, setelah berkonsultasi dengan Kementerian Perindustrian perseroan disarankan untuk memperbesar kapasitas power plant agar lebih efisien. Setelah berdiskusi perseroan akhirnya bersedia untuk memperbesar kapasitasnya hingga 600 MW. Sebagai gambaran, investasi untuk pembangkit listrik 600 MW mencapai US$1,2 miliar atau setara dengan US$2 juta per MW.
Jika rencana power plant berkapasitas 600 MW yang dipilih, perseroan akan menggandeng sejumlah investor untuk menggarap fasilitas tersebut. Dengan demikian, kemungkinan besar Barito akan menjadi minoritas dalam proyek ini.
Agus menambahkan, rencana untuk memperbesar kapasitas power plant ini terhambat oleh aturan yang mengharuskan PLN untuk melakukan tender sebelum membeli listrik dari swasta. Padahal, perseroan membutuhkan kepastian untuk menyerap sisa kapasitas listrik yang tersedia. Dalam beberapa kali perbincangan dengan PLN, Barito mengaku belum menemukan kata sepakat terkait kapasitas final pembangkit listrik tersebut.
“Chandra Asri hanya perlu setara 150 MW. Justru kita tunggu respons PLN, kalau lebih dari itu kira-kira berapa? [MW],” tambahnya.