Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produksi Kakao Indonesia Turun Ke Level Terendah Dalam Satu Dekade

Hasil panen kakao dari Indonesia diprediksi turun ke level terendah dalam satu dekade terakhir akibat hujan yang merusak bunga tanaman ini.
/Antara
/Antara

Bisnis.com, JAKARTA--Hasil panen kakao dari Indonesia diprediksi turun ke level terendah dalam satu dekade terakhir akibat hujan yang merusak bunga tanaman ini.

Efeknya pasokan bahan baku coklat akan tertekan di tengah kurangnya persediaan global, karena Indonesia merupakan penghasil kakao terbesar ketiga di dunia.

Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Zulhefi Sikumbang, seperti dilansir Bloomberg, mengatakan produksi bisa turun jadi 400.000 ton tahun ini dari 450.000 ton pada 2013.

Berdasakan data Askindo, jumlah produksi tersebut merupakan yang terendah sejak 2004. Menurut Zulhefi, hujan lebat diperkirakan masih melanda Sulawesi, daerah pengembang utama, bulan ini hingga Maret.

Harga kakao di bursa New York terus melaju ke level tertinggi sejak September 2011 karena permintaan lebih tinggi daripada pasokan. Tingginya permintaan diantaranya didorong oleh rekor penjualan kembang gula coklat.

Menurut Macquarie Group Ltd., yang memperkirakan terjadi defisit tahun ini, kakao merupakan satu-satunya pasar pertanian yang memiliki kekurangan pasok secara struktural.

"Bunga [kakao] telah tumbuh tetapi banyak yang jatuh dari pohon akibat hujan," kata Sikumbang, Jumat (7/2/2014). Dia memprediksi musim panen akan tertunda sampai Juli, dari kebiasaan sebelumnya yakni bulan April atau Mei.

Menurutnya hama seperti penggerek buah kakao dan jamur bisa menyebar jika hujan terus berlanjut, berakibat pada menyusutnya jumlah biji dan kualitas yang dihasilkan.

Harga kakao di bursa ICE Futures AS di New York menguat 7,5% tahun ini, sementara indeks Standard & Poor GSCI untuk komoditas turun 1%.

Kakao berjangka diperdagangkan pada US$2.913 per ton hari ini, Jumat (7/2/2014), setelah sebelumnya mencapai US$2.935 pada 4 Februari.

Tahun lalu harga kontrak kakao naik 21%, menjadi komoditas dengan kenaikan harga terbesar dalam indeks S&P GSCI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Bloomberg

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper