Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perdagangan Bijih Besi Masih di Zona Lemah

Harga bijih besi mengalami pelemahan di tengah pelaku pasar yang mengkhawatirkan kenaikan persediaan di China serta permintaan yang mengecewakan.
Ilustrasi./JIBI
Ilustrasi./JIBI

Bisnis.com, JAKARTA – Harga bijih besi mengalami pelemahan di tengah pelaku pasar yang mengkhawatirkan kenaikan persediaan di China serta permintaan yang mengecewakan.

Terpantau, harga bijih besi pada perdagangan Senin (19/3) pukul 14.20 WIB melemah 2,97 poin atau 3,88% menuju US$73,54 per ton.

Angka tersebut merupakan level terendah dalam lebih dari 3 bulan. Secara year to date (ytd), harga melemah 12,36% setelah ditutup di level US$81,45 per ton pada 29 Desember 2017.

Dilansir dari Bloomberg, para analis menilai pelemahan harga bahan baku baja tersebut didorong oleh investor yang resah terkait catatan kepemilikan fisik bijih besi di pelabuhan China dan kekhawatiran bahwa permintaan diperkirakan akan mengecewakan.

Bijih besi telah mengalami kerugian sepanjang 3 pekan sehingga berisiko meluncur kembali ke pasar bearish, menekan produsen papan atas, seperti Rio Tinto Group, BHP Billiton Ltd, dan Vale SA.

Menurut perhitungan Bloomberg berdasarkan data Shanghai Steelhome E-Commerce Co., persediaan di pelabuhan telah naik ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya dan cukup besar untuk mencakup lebih dari 50 hari impor.

Pada waktu yang sama, berdasarkan data Steelhome, stok baja yang menggunakan bijih besi sebagai bahan baku untuk digunakan dalam konstruksi telah melebar ke level tertinggi sejak 2013.

“Stok di pelabuhan tetap pada tingkat tinggi, sementara permintaan dari China mengerucut di tengah pembatasan produksi,” kata Maike Futures Brokerage Co. dalam sebuah catatan, Senin (19/3/2018).

Maike Brokerage Co. menjelaskan bahwa banyak pabrik baja yang tidak bersedia menambah stok di samping adanya spread antara bijih besi berkualitas tinggi dan berkualitas rendah yang menyempit.

“Permintaan baja jangka pendek masih lemah, dengan yang terbaru data makroekonomi mencerminkan kontruksi atau manufaktur yang lebih lemah,” kata Hui Heng Tan, analis di Marex Spectron di Singapura.

Tan menuturkan bahwa kondisi tersebut menekan margin pabrik, sementara pabrik baja cenderung memilih untuk menjadi penonton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Eva Rianti
Sumber : Bloomberg

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper