Bisnis.com, JAKARTA – Multiverse yang ada dalam angan bank digital milik Chairul Tanjung, PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI), memang tidak sekompleks semesta yang tampil dalam film Doctor Strange ataupun Everything Everywhere All at Once. Namun, keseriusan emiten ini untuk mewujudkan bentuk realitas baru dalam layanan perbankan digital bukan lagi rahasia.
Sejak tahun lalu, BBHI agresif menggaet deretan layanan kondang dan para konglomerat untuk meramaikan ekosistemnya. Mulai dari Bukalapak, Traveloka, Grab, hingga Grup Salim berbondong-bondong merapatkan barisan ke perusahaan besutan Mega Corpora tersebut.
Namun, pondasi yang kuat itu belum serta merta bikin transformasi bisnis BBHI berjalan tanpa aral. Seperti halnya yang dialami nama lain macam PT Bank Jago Tbk. (ARTO) hingga PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) pada tahun pertama peluncuran platform, bottom line perseroan diyakini akan terdampak.
“Ada potensi ketidakpastian terkait momentum pertumbuhan laba di tahun 2022 akibat proses transformasi BBHI menjadi bank digital,” papar analis Samuel Sekuritas Paula Ruth dalam publikasi risetnya pekan lalu, dikutip Kamis (7/7/2022).
Bagi bank yang bertransformasi menjadi entitas digital penuh, tahun-tahun awal memang acap tidak mudah. Infrastruktur teknologi hingga penguatan sumber daya menjadi kebutuhan belanja yang muskil dihindari, kendatipun mereka diuntungkan karena tak perlu adu banyak kantor fisik.
Sebagai pengingat, peluncuran resmi platform bank digital Allo Bank sebenarnya baru dilakukan pada Mei lalu. Namun, tanda-tanda mulai meningkatnya pos pengeluaran mulai terendus.