Bisnis.com, JAKARTA – Seiring naiknya jumlah investor aset kripto (cryptocurrency), tingkat risiko terhadap investasi di komoditas tersebut pun harus diakui kian meningkat.
Selain dari sisi volatilitas harga yang sangat tinggi, investor kripto juga acap kali tersandung oleh investasi bodong yang berkedok aset kripto. Persoalan masih rendahnya edukasi terhadap risiko investasi hingga legalitas dari sebuah aset kripto, acap kali menjadi salah satu dasar utama investor harus menelan kerugian atas investasinya.
Terkait risiko investasi, tentu masih segar di ingatan, ketika fenomena amblasnya nilai TerraLUNA pada Maret lalu membuat industri aset kripto global kalang kabut dan mulai kehilangan kepercayaan. Kasus itu pun seolah menambah beban bagi para investor yang berinvestasi di koin utama seperti Bitcoin, Ethereum dkk, yang nilainya belum kunjung menunjukkan pemulihan.
Sekadar informasi nilai Bitcoin telah jatuh sekitar 56 persen sepanjang tahun berjalan, terutama karena pengetatan kebijakan moneter global yang membuat aset berisiko kurang menarik.
Hal itu tentu menjadi alarm bagi Indonesia, yang sejauh ini menjadi negara yang cukup terbuka dengan aset kripto sebagai komoditas investasi. Apalagi Indonesia memiliki jumlah investor aset kripto yang sangat tinggi.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, jumlah investor aset kripto telah mencapai 14,1 juta per Juni 2022. Dari sisi demografi, investor berusia muda mendominasi jumlah investor kripto dari total 14,1 juta pelanggan per Mei 2022.