Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DAMPAK PELEMAHAN NILAI TUKAR: Pefindo Pantau Peringkat Sejumlah Emiten

PT Pemeringkat Efek Indonesia atau Pefindo tengah memantau pemeringkatan sejumlah korporasi yang memiliki exposure besar terhadap risiko pelemahan rupiah dan kenaikan suku bunga acuan.
Pefindo memiliki Dirut Baru/Jibi
Pefindo memiliki Dirut Baru/Jibi

Bisnis.com, JAKARTA—PT Pemeringkat Efek Indonesia atau Pefindo tengah memantau pemeringkatan sejumlah korporasi yang memiliki exposure besar terhadap risiko pelemahan rupiah dan kenaikan suku bunga acuan.

Vonny Widjaja, Direktur Pemeringkatan Pefindo, mengatakan bahwa pihaknya tengah mengkaji perusahaan-perusahaan yang banyak mengandalkan bahan baku impor seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Selain itu, perusahaan-perusahaan yang memiliki utang besar dalam denominasi dolar AS juga akan memiliki risiko lebih besar terhadap kestabilan bisnisnya saat ini. Vonny mengatakan, saat ini Pefindo belum dapat mengungkapkan secara lebih detail identitas perusahaan-perusahaan tersebut, sebab proses kajian sedang berlansung.

Sementara itu, terkait dengan faktor kenaikan tingkat suku bunga, Vonny menyoroti sektor-sektor seperti perbankan, pembiayaan, dan properti.

Sektor perbankan dan pembiayaan akan terpapar risiko penurunan pertumbuhan kredit akibat kenaikan bunga, sehingga margin laba mereka cenderung akan terpangkas, sedangkan properti kemungkinan menghadapi penurunan permintaan akibat kenaikan bunga KPR.

“Concern kami terutama juga untuk perusahaan yang mempunyai tingkat utang yang tinggi atau yang memerlukan refinancing dalam waktu dekat karena biaya bunga akan meningkat,” katanya, Jumat (14/9).

Anup Kumar, Analis Senior Fixed Income Bank Maybank Indonesia, mengatakan bahwa pelaku pasar saat ini cenderung lebih waspada terhadap surat utang korporasi karena meningkatnya risiko, seperti kurs dan suku bunga.

Meski begitu, menurutnya, sektor perbankan umumnya masih akan cukup dipercaya karena bisnis sektor ini lebih prudent atau hati-hati dan sangat teregulasi serta diawasi oleh banyak pihak. Sementara itu, sektor pembiayaan kemungkinan akan lebih diwaspadai, terutama terhadap perusahaan yang peringkatnya selain AAA atau AA.

“Di tengah banyak gonjang-ganjing saat ini, banyak investor juga mungkin berpikir ulang untuk memberikan pinjaman kepada beberapa sektor, sehingga informasi peringkat akan sangat dilihat,” katanya.

Pekan lalu, Pefindo baru saja mengumumkan penurunan peringkat salah satu emiten properti, yakni PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA) sebesar satu notch dari idA+ menjadi idA. Sebelumnya, Pefindo memang telah menyematkan outlook negatif atas SMRA, sehingga setelah penurunan peringkat ini outlook SMRA diubah menjadi stabil.

Penurunan peringkat SMRA berlaku atas korporasinya, serta atas Obligasi Berkelanjutan I/2013 dan Obligasi Berkelanjutan II/2015 perseroan. Selain itu, peringkat Sukuk Ijarah Berkelanjutan I/2013 juga turun dari idA+(sy) menjadi idA(sy).

Christyanto Wijaya, analis Pefindo, mengatakan bahwa penuruan peringkat SMRA disebabkan karena Pefindo melihat struktur permodalan dan perlindungan arus kas perseroan akan tetap agresif selama tiga tahun mendatang. Padahal, kondisi pasar properti belum sepenuhnya membaik.

Pefindo juga memperkirakan bahwa tingkat utang perusahaan akan tetap tinggi dalam jangka pendek hingga menengah, sehingga mengakibatkan pelemahan rasio keuangan perusahaan.

Selain itu, lembaga pemeringkatan internasional Moody’s Investor Service juga menurunkan outlook atas perusahaan properti PT Alam Sutera Realty Tbk. (ASRI) dari semua stabil menjadi negatif.

Outlook negatif mencerminkan besarnya peluang penurunan peringkat ASRI dalam waktu dekat bila kondisi keuangannya tidak menunjukkan peningkatan yang diharapkan. Moody’s masih mempertahankan peringkat ASRI dan surat utang globalnya pada level B2. 

“Outlook yang negatif pada peringkat Alam Sutera mencerminkan ekspektasi Moody’s bahwa likuiditas perusahaan akan melemah signifikan dalam 12-18 bulan ke depan, seiring akan jatuh temponya surat utang global perseroan senilai US$235 juta pada Maret 2020,” kata Jacintha Poh, Wakil Presiden dan Analis Senior Moody’s dalam keterangan resmi pekan lalu.

Poh mengatakan, ASRI akan menghadapi resiko refinancing karena perusahaan belum mempunyai rencana konkrit untuk menangani surat utangnya yang akan jatuh tempo tersebut. Proyeksi posisi kas perseroan beberapa bulan ke depan tampaknya juga tidak akan cukup untuk melunasi utang itu.

“Lebih jauh, kondisi pasar terkini, yakni pelemahan rupiah Indonesia dan kenaikan tingkat bunga, akan terbukti menantang bagi upaya refinancing ASRI,” katanya.

Adapun, pada semester pertama lalu, SMRA membukukan marketing sales Rp1,15 triliun, turun 19,6% dibandingkan capaian periode yang sama tahun 2017. Sementara itu, ASRI mencatatkan marketing sales Rp2,99 triliun, tumbuh 233% dibandingkan Rp898 miliar pada semester I/2017.

Di awal tahun ini, Pefindo juga sudah menurunkan peringkat 3 emiten properti, yakni PT Intiland Development Tbk. (DILD) dari idA- menjadi idBBB+, PT Modernland Realty Ltd. Tbk. (MDLN) dari idA menjadi idA-, dan PT Surya Semesta Internusa Tbk. (SSIA) dari idA menjadi idA-. 

Penurunan peringkat emiten properti erat terkait dengan kondisi bisnisnya yang tengah sulit karena faktor ekonomi yang cenderung tumbuh stagnan. Kendati ada perbaikan kinerja penjualan, capaiannya tidak sebaik era 2012-2014.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Riendy Astria

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper