Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

EMITEN TAMBANG: Delta Dunia Makmur Miliki Kontrak Senilai US$1,6 M

PT Delta Dunia Makmur Tbk. saat ini mengantongi kontrak berjalan senilai US$1,6 miliar hingga 2019, dengan kemungkinan jumlah yang bertambah seiring penjajakan proyek baru tahun ini

Bisnis.com, JAKARTA - PT Delta Dunia Makmur Tbk. saat ini mengantongi kontrak berjalan senilai US$1,6 miliar hingga 2019, dengan kemungkinan jumlah yang bertambah seiring penjajakan proyek baru tahun ini.

Eddy Purwanto, Direktur Keuangan Delta Dunia Makmur, mengatakan jumlah itu dimiliki pihaknya dari sembilan kontrak utama yang saat ini digarap emiten kontraktor pertambangan tersebut. 

Sembilan kontrak yang dimiliki Delta Dunia Makmur saat ini adalah Adaro (Paringin), Kideco, Berau Coal (lati), Berau Coal (Suaran), Berau Coal (Binungan), KPC Bengalon, Darma Henwa, Sungai Danau Jaya, dan Tadjahan Antang Mineral.

“Saat ini on hand contract US$1,6 miliar sampai 2019. Ada beberapa kontrak yang sedang kami bicarakan tapi belum bisa kami katakan nilainya baik dari sembilan yang sudah ada ingin nambah dan di luar itu ada sekitar dua perusahaan yang sedang kami jajaki,” katanya, dalam acara paparan publik, Rabu (15/6/2016).

Adapun untuk kontribusi terhadap pendapatan Delta Dunia Makmur, Berau Coal dan Kideco menjadi peringkat pertama dan kedua tersebesar. Pada kuartal I/2016 pendapatan emiten bersandi DOID tersebut dari Berau Coal mencapai 51% sedangkan Kideco 17%.

Sebagai gambaran, pada triwulan pertama tahun ini perseroan membukukan pendapatan mencapai US$127 juta dengan laba bersih US$3 juta. Pendapatan pada kuartal I/2016 tersebut naik sekitar 4% dari periode yang sama tahun lalu sebesar US$122 juta. Pada periode Januari-Maret 2015 perseroan mengalami rugi US$10 juta.

Di sisi lain, ditanyai terkait kinerja tahun ini Eddy enggan menjawab rinci. Menurutnya, perseroan setidaknya dapat membukukan revenue  minimal menyamai tahun lalu dengan raihan laba. Pada 2015 pendapatan perseroan US$565,61 dengan rugi US$8,3 juta.

Dari sisi produksi pun perseroan tidak terlalu agresif. Angka produksi yang disasar setidaknya disamakan dengan tahun lalu sekitar 33,2 juta ton produksi batu bara dan 272,5 ton untuk pengupasan tanah.

Target konservatif yang dibidik perseroan itu bukan tanpa alasan. Saat ini, proyek yang digarap perseroan merupakan batu bara yang harganya masih dibayangi penurunan. Adapun terkait belanja modal, pada 2016 perseroan menganggarkan US$80 juta hingga US$120 juta.

“Serapannya akan tergantung dari proyek yang digarap. Anggaran tersebut 75% dari kas internal dan sisanya dari pinjaman bank,” ujarnya.

Belanja modal tersebut akan digunakan perseroan untuk kebutuhan perawatan dan membeli alat berat baru, pembangunan infrastruktur penunjang serta investasi teknologi pertambangan. Khususnya dalam investasi teknologi pertambangan, lanjut dia, ke depan hal itu akan membantu efisiensi ongkos produksi.

Eddy mencontohkan, dengan teknologi baru pada mining system dapat mengurangi antrian saat proses loading. Di sisi lain, pihaknya pun gencar melakukan efisiensi dengan melakukan negosiasi kepada supplier untuk mengakomodir keinginan pelanggan memangkas harga saat industri melambat.

“Efisiensi-efisiensi tersebut diharapkan dapat mereduksi ongkos produksi,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper