Bisnis.com, JAKARTA— Meskipun kondisi pasar keuangan, baik dari sisi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan indeks harga saham gabungan (IHSG) terus menunjukkan pelemahan, sejumlah analis menilai Indonesia memang belum masuk tahap krisis, apalagi sampai ke kondisi krisis pada 1998.
Namun, pemerintah tetap harus mewaspadai karena jika dibiarkan krisis moneter bisa saja terulang kembali.
Kepala Riset Trust Securities Reza Priyambada mengatakan jika dilihat suasananya yakni terjadi penurunan di pasar modal dan pasar keuangan, sekilas memang mirip seperti krisis 1998.
Tetapi, jika dilihat lebih dalam lagi sebenarnya fundamental ekonomi Indonesia tidak sama seperti saat itu. Lebih tepatnya masih lebih baik.
Misalnya saja, lanjut dia, daya beli masyarakat saat ini sudah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan saat 1998, walaupun kekuatan itu masih berada pada golongan menengah ke atas.
Selanjutnya, kondisi perbankan terutama kekuatan modal sudah jauh lebih kuat. Kondisi pasar modal pun sudah jauh lebih besar.
“Saat ini memang belum masuk ke krisis, tetapi campur tangan pemerintah untuk mengatasi pelemahan yang terjadi saat ini tetap diperlukan,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (28/8/2013).
Sejumlah paket kebijakan stimulus yang dikeluarkan oleh pemerintah, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan memang sudah bagus, tetapi itu baru akan terasa dalam jangka waktu menengah dan panjang. Sedangkan, lanjut dia, penanganan tekanan ekonomi ini harus segera dilakukan.
“Ibaratnya pasien yang sedang sakit keras, tetapi dokternya masih diskusi sana sini dulu, tidak menganalisa secara cepat dan ambil tindakan segera. Langkah kongkrit dalam jangka pendek ini yang diperlukan. Jika pemerintah dan BI tidak melakukan apapun peluang [krisis] bisa saja terjadi,” paparnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Analis PT Megagrowth Futures Wahyu Laksono. Dia mengatakan jika melihat nilai tukar rupiah saat ini memang sudah melemah, tetapi belum separah saat 1998 yang sudah di atas Rp15.000 per dolar AS.
Meskipun ekonomi tertekan, masyarakat juga masih terlihat lebih tenang dan tidak terjadi kerusuhan seperti yang terjadi saat 1998.
“Hal ini karena kita pernah mengalami yang lebih buruk dari saat ini. Jadi tidak terjadi kepanikan yang menimbulkan huru hara seperti dulu. Ibaratnya nonton film horror, ini baru hantu selewat-selewat saja. Hantu yang menyeramkannya belum benar-benar tampil,” ungkapnya.
Dia juga mengatakan tekanan yang terjadi sebenarnya juga terkena sentimen dari luar. Dia pun menilai sebenarnya paket stimulus yang dikeluarkan sudah rasional, tetapi langkah lebih cepat mengatasi tekanan ini yang sangat dibutuhkan.
Terkait pergerakan nilai tukar rupiah yang semakin tertekan dia menilai pemerintah perlu segera melakukan stabilisasi. Sebenarnya melemah tidak masalah, asal tidak terlalu dalam.
“Jika tidak secepatnya diatasi, maka sejarah [krisis] akan berulang dengan cara yang berbeda,” tuturnya. (ra)