Bisnis.com, JAKARTA – Minyak mentah menjadi salah satu komoditas terpanas sepanjang tahun ini. Konflik antara Ukraina dan Rusia menjadi salah satu faktor pendorong pergerakan komoditas tersebut. Dalam hal ini, Saudi Aramco memiliki proyeksi dan pandangan tersendiri terkait dengan pasar komoditas itu.
Seperti diketahui, Saudi Aramco merupakan perusahaan minyak terbesar di dunia. Hal itu setidaknya tercermin dari skala bisnis perusahaan tersebut. Berdasarkan laporan Forbes, sepanjang April 2021-April 2022, Aramco menjadi perusahaan paling menguntungkan di seluruh dunia.
Adapun akumulasi laba sebesar US$105,36 miliar pada periode itu, Aramco memuncaki posisi perusahaan paling menguntungkan di dunia melampaui Alphabet Inc, Apple, dan Berkshire Hathaway milik Warren Buffet.
Di sisi lain, kapasitas produksi Aramco pun terbilang jumbo. Perusahaan tersebut mampu memproduksi minyak mentah hingga kapasitas maksimalnya yakni 12 juta barel per hari.
Dengan skala bisnis dan kapasitas produksinya tersebut, maka tak heran apabila proyeksi dan arah bisnis Aramco menjadi pusat perhatian pelaku bisnis global. Terutama bagi para pebisnis di sektor minyak mentah, selain memperhatikan keputusan dan kebijakan OPEC.
Adapun belum lama ini, CEO Saudi Aramco Amin Nasser menyebutkan bahwa pasar minyak global sudah menyesuaikan diri dengan sentimen sanksi sejumlah negara terhadap Rusia. Menurutnya, penerapan sanksi dari beberapa negara di dunia, terutama kawasan Eropa kepada Rusia pascakonflik dengan Ukraina, sempat mengguncang pasar minyak mentah global.