Bisnis.com, JAKARTA – Dampak rekor inflasi Amerika Serikat (AS) pada Mei 2022 bukan tidak mungkin ikut merembet ke Indonesia, seiring kenaikan suku bunga yang digulirkan bank sentral The Fed. Dan, jika hal ini terjadi, emiten ritel modern seperti PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. (AMRT) alias Alfamart bakal dituntut bermanuver.
Sebagai catatan, inflasi Negeri Paman Sam pada Mei 2022 menembus angka 8,6 persen secara year on year (yoy). Bukan saja melampaui rapor pada April 2022 (8,26 persen) dan tahun lalu (4,99 persen), angka tersebut juga jauh di atas rata-rata inflasi AS dalam jangka panjang yang berkisar 3,25 persen.
Laporan Financial Times bahkan mencatat bahwa laju inflasi tersebut merupakan rekor tertinggi dalam 40 tahun terakhir. Tepatnya sejak Desember 2021.
Di Indonesia, dampak lonjakan inflasi AS terhadap sektor ritel dan konsumer sebenarnya belum benar-benar terasa. Ini terlihat dari data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) bulan Mei 2022 yang dirilis Bank Indonesia (BI). BI menyebut IKK Mei menyentuh 128,9 poin, masih naik dari 113,1 pada April 2022.
Namun, menurut pandangan ekonom CORE Yusuf Rendy Manilet, kenaikan tersebut lebih terindikasi sebagai buntut momentum ramadan dan idulfitri di awal bulan. Dia pun menilai ada kemungkinan dampak kenaikan inflasi AS baru akan mulai terasa pada IKK Indonesia pada Juni 2022.
Di pasar modal, penurunan optimisme konsumen yang berpotensi menghambat geliat sektor ritel dan konsumer juga disebut bisa bikin investor khawatir. Demikian diamini Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus.