Bisnis.com, JAKARTA - PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) sedang tidak baik-baik saja. Maskapai milik negara itu tengah disibukkan untuk meyakinkan para pemberi utang agar menyetujui proposal perdamaian yang mereka ajukan dalam perintah pengadilan.
GIAA telah dijatuhi status Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh PT Mitra Buana Koorporindo pada pada Desember 2021 lalu. Perusahaan kemudian mengajukan skema penyelesaian utang kepada krediturnya. Awalnya, tagihan yang masuk mencapai 501 kreditur dengan nominal Rp198,81 triliun.
Akan tetapi, hingga ujung periode PKPU, tagihan ini belum dapat diperiksa seluruhnya. Walhasil, hakim pengawas mengizinkan perpanjangan periode. Tidak hanya sekali, namun saat ini sudah masuk perpanjangan kedua yang akan jatuh tempo pada 20 Mei 2022 mendatang.
Dalam perpanjangan kedua, hingga 14 Maret 2022 baru 248 kreditur yang telah diperiksa serta diakui tagihannya. Nilai yang diakui pengurus Rp46,64 triliun. Selanjutnya terdapat 229 kreditur yang belum melakukan verifikasi dengan tagihan lebih dari Rp139 triliun.
Kala itu, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menjelaskan proses PKPU merupakan proses yang kompleks dan berlapis sehingga perlu dijalankan dengan prinsip kehati-hatian, baik untuk pihak Garuda maupun kreditur.
“Kami memahami bahwa proses ini juga tidak mudah bagi para pihak, sehingga dibutuhkan waktu yang lebih panjang untuk memenuhi ketentuan administrasi dan verifikasi,” ujarnya melalui keterangan resmi, akhir Maret 2022 lalu.