Bisnis.com, JAKARTA — Sederet emiten pertambangan batu bara menggenjot proyek kelistrikan sebagai upaya diversifikasi yang diyakini mampu menghasilkan pendapatan berulang.
Sentimen negatif terhadap industri batu bara yang terus meningkat seiring dengan isu transisi energi dan perubahan iklim ternyata tidak melemahkan permintaan emas hitam. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mencatat permintaan masih terus meningkat.
APBI melaporkan salah satu penyebab masih tingginya permintaan ekspor batu bara Indonesia adalah rencana penambahan PLTU di negara-negara Asia Pasifik karena batu bara dinilai sebagai sumber energi yang termurah.
Berdasarkan data yang dihimpun APBI, akan ada penambahan PLTU batu bara hingga sekitar 83 gigawatt (GW) pada periode 2021-2030 di berbagai negara di dunia seperti India, Indonesia, Vietnam, Jepang, Filipina, Korea Selatan, Bangladesh, Pakistan, Turki, dan lainnya.
Emiten batu bara dari dalam negeri tidak ketinggalan untuk mengembangkan proyek PLTU. Salah satunya PT TBS Energi Utama Tbk. (TOBA) mengumumkan anak usahanya PT Minahasa Cahaya Lestari (MCL) telah mendapatkan pernyataan commercial operation date (COD) atau tanggal operasi komersial untuk proyek PLTU Sulut 3.
Proyek tersebut berkapasitas 2x50 MW yang terletak di Desa Kema I, Kecamatan Kema, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Dimas Wibowo, Direktur Utama MCL, mengatakan COD tersebut dicapai dalam kurun waktu kurang lebih 36 bulan sejak Juli 2018.