Bisnis.com, JAKARTA - Manajer investasi semakin ketat menyeleksi aset dasar obligasi untuk produk reksa dana seiring dengan derasnya suplai surat utang korporasi jelang akhir tahun ini.
Efek bersifat ekuitas atau saham, obligasi negara, dan obligasi korporasi menjadi aset dasar (underlying asset) yang paling banyak digunakan dalam produk reksa dana.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per akhir November 2020, saham menempati porsi paling banyak dalam komposisi efek reksa dana yakni sekitar 28,61 persen dengan total nilai aset Rp155,63 triliun.
Diikuti oleh obligasi negara atau surat utang negara (SUN) di posisi kedua dengan porsi 22,95 persen (Rp124,86 triliun) dan obligasi korporasi di posisi ketiga dengan porsi 18,49 persen (Rp100,61 triliun).
Selanjutnya berturut-turut deposito berjangka 14,31 persen, surat berharga negara syariah (SBSN) 10,89 persen, sukuk 2,32 persem, medium term notes (MTN) 1,45 persen, cash 0,78 persen, efek berangun aset (EBA) 0,12 persen, warrant 0,06 persen, dan rights 0,00 persen.
Sementara itu, dari sisi kinerja sepanjang tahun berjalan, reksa dana berbasis obligasi alias reksa dana pendapatan tetap masih memimpin. Sebaliknya, reksa dana berbasis aset saham belum dapat membalikan kinerjanya ke zona positif.