Bisnis.com, JAKARTA— Pungutan ekspor mengadang kinerja emiten perkebunan sawit setelah melewati masa yang sulit pada kuartal I/2020 akibat penyebaran virus corona. Ternyata, masih ada saham emiten yang bisa dijadikan pilihan.
Pemerintah mengganti relaksasi tarif pungutan ekspor minyak mentah sawit (crude palm oil/CPO) menjadi kenaikan tarif pada tahun ini. Adapun, pada Oktober hingga Desember 2019, pemerintah menetapkan tarif 0. Namun, mulai 1 Juni pemerintah menetapkan tarif yang baru dengan nominal lebih tinggi.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.57/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kepala Sawit (BPDPKS) Pada Kementerian Keuangan, pemerintah menyatakan bahwa perubahan tarif itu efektif mulai berlaku 1 Juni 2020.
Otoritas fiskal juga menjelaskan kenaikan tarif atas 24 komoditas yang berasal dari kepala sawit, CPO maupun produk turunannya masing-masing US$5 dolar. CPO misalnya, yang jika merujuk ke PMK 136/2019, tarif yang berlaku dari 1 Januari - 31 Mei 2020 semula US$50 per ton menjadi US$55 per ton.
Tarif ekspor biji sawit yang semula US$20 per ton menjadi US$25 per ton. Dalam beleid ini pemerintah juga menghapus klasifikasi tarif berdasarkan total tonase ekspor kelapa sawit maupun CPO seperti yang berlaku pada kebijakan sebelumnya.
Analis Mirae Asset Sekuritas, Andy Wibowo Gunawan mengatakan berdasarkan data survey, pekan ini ekspor Malaysia akan lebih rendah pada Juni secara bulanan sehingga menurunkan risiko terhadap harga CPO pada pekan ini. Dia pun menilai di Indonesia stok CPO di Tanah Air akan lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi pada Maret.