Bisnis.com, JAKARTA—Lilitan utang di tubuh Garuda (GIAA) mulai menemui titik cerah di tengah penantian izin kembali terbang saat pandemi.
Mengutip laporan keuangan 2019, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. memiliki total pinjaman senilai US$1,83 miliar dan pinjaman bersih senilai US$1,53 miliar. Sementara itu, posisi ekuitas mencapai US$720,62 juta. Dengan demikian, posisi debt to equity (DER) perseroan mencapai 2,55 kali, dan net debt to equity ratio perseroan mencapai 214 persen.
Garuda pun tercatat memiliki liabilitas jangka pendek yang cukup besar per akhir 2019, yakni US$3,25 miliar. Kewajiban jangka pendek itu mendominasi total liabilitas perseroan yang mencapai US$3,73 miliar.
Dari jumlah tersebut, US$984,85 juta di antaranya merupakan pinjaman bank. Pinjaman ini terdiri dari pinjaman bank terafiliasi sebanyak US$540,09 juta dan US$444,75 juta kepada bank pihak ketiga. Salah satu utang yang jatuh tempo dalam waktu dekat yakni sukuk global yang terbit pada 2017 senilai US$500 juta pada 3 Juni 2020.
Mendekati masa jatuh temponya, perusahaan mengirimkan surat kepada investor yang menggenggam sukuk Garuda itu. Tepatnya, pada 29 April 2020, Garuda mengajak para investor untuk berdialog. Perseroan meminta para pemegang sukuk untuk mengungkap nilai pokok kepemilikan masing-masing investor melalui agen identifikasi perusahaan.
Garuda juga telah menunjuk PJT Partners sebagai penasihat keuangan untuk membantu proses dialog tersebut. Perseroan akan membentuk komite diskusi bersama pemegang sukuk dan PJT Partners.