Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Berakhir Melemah Rp14.836 per Dolar AS, Imbas Capital Outflow

Saat rupiah melemah, mata uang Asia lainnya ditutup bervariasi yakni yen Jepang yang menguat 0,21 persen, won Korea Selatan melemah 0,31 persen, dan yuan China menguat 0,46 persen.
Uang dolar dan rupiah di salah satu money changer di Jakarta, Rabu (16/2/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha
Uang dolar dan rupiah di salah satu money changer di Jakarta, Rabu (16/2/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Mata uang rupiah ditutup melemah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan awal pekan ini, Senin (20/6/2022).

Berdasarkan data Bloomberg pukul 15.00 WIB, mata uang Garuda ditutup turun 11,5 poin atau 0,08 persen ke level Rp14.836 per dolar AS.

Sementara itu, mata uang Asia lainnya ditutup bervariasi yakni yen Jepang yang menguat 0,21 persen, won Korea Selatan yang melemah 0,31 persen, yuan China yang menguat 0,46 persen, dan ringgit Malaysia menguat 0,01 persen.

Sementara itu, indeks dolar di pasar spot tercatat melemah 0,23 persen ke level 104,46.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, dolar AS melemah sejenak untuk menarik napas setelah minggu yang bergejolak. Hal ini membuat dolar AS mundur tajam dari tertinggi dua dekade terhadap mata uang utama.

Namun, pelemahan tersebut mengalami pemulihan setengahnya pada akhir pekan lalu, karena investor terus menilai prospek kebijakan moneter AS dan risiko resesi menyusul kenaikan suku bunga terbesar Federal Reserve sejak 1995.

Sementara itu, Ketua The Fed Jerome Powell akan bersaksi di depan Senat dan parlemen AS pada Rabu dan Kamis pekan ini. The Fed berjanji pekan lalu terkait komitmennya untuk menjinakkan inflasi adalah 'tanpa syarat'.

"Sementara itu, Gubernur The Fed Christopher Waller mengatakan pada hari Sabtu bahwa ia akan mendukung kenaikan lagi sebesar 75 basis poin pada bulan Juli," ujar Ibrahim dalam risetnya, Senin (20/6/2022).

Ibrahim melanjutkan, masih dari AS, Presiden Joe Biden mengatakan pada Sabtu bahwa dia sedang mempertimbangkan untuk menurunkan beberapa tarif untuk impor barang China, dan kemungkinan jeda pada pajak gas federal, untuk melawan inflasi.

Sementara itu, Bank of Japan (BOJ) pada Jumat melawan gelombang pengetatan yang mencakup The Fed, Bank of England, dan bahkan kenaikan setengah poin yang mengejutkan dari Swiss National Bank.

Sementara itu, dari dalam negeri, Ibrahim mengatakan pemerintah dan Bank Indonesia perlu mewaspadai dari kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS sebesar 75 basis poin menjadi 1,5-1,75 persen minggu lalu, yang dampaknya sudah terasa dari melemahnya mata uang rupiah.

"Dengan kenaikan suku bunga tersebut, maka arus modal asing kembali keluar di pasar surat utang karena spread antara yield SBN dan yield treasury di tenor yang sama semakin menyempit. Investor asing cenderung mengalihkan dana ke negara maju, memicu capital outflow di emerging market," ujarnya.

Selain itu, penyempitan likuiditas karena bank dalam posisi mengejar pertumbuhan kredit yang tinggi pasca-pandemi melandai, tapi terhalang oleh kenaikan tingkat suku bunga.

"Perebutan dana antara pemerintah dan bank dalam menjaga tingkat pembiayaan defisit anggaran akan membuat dana deposan domestik berpindah ke SBN. Crowding out sangat membahayakan kondisi likuiditas di sektor keuangan," tuturnya.

Adapun untuk perdagangan besok, Selasa (21/6/2022) Ibrahim memperkirakan rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif, tetapi, ditutup melemah di rentang Rp.14.820-Rp.14.870.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper