Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Melonjak, Sentimen Pasokan Tepis Kenaikan Suku Bunga

Harga minyak naik setelah Amerika Serikat mengumumkan sanksi baru terhadap Iran, dan pasar energi tetap fokus pada kekhawatiran pasokan yang telah membuat harga melonjak tahun ini.
Aktivitas Pertamina Hulu Energi Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES) di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta. Harga minyak naik setelah Amerika Serikat mengumumkan sanksi baru terhadap Iran, dan pasar energi tetap fokus pada kekhawatiran pasokan yang telah membuat harga melonjak tahun ini. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Aktivitas Pertamina Hulu Energi Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES) di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta. Harga minyak naik setelah Amerika Serikat mengumumkan sanksi baru terhadap Iran, dan pasar energi tetap fokus pada kekhawatiran pasokan yang telah membuat harga melonjak tahun ini. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak naik pada penutupan Kamis (16/6/2022) seiring dengan prospek ketatnya pasokan membuat permintaan meningkat.

Mengutip Antara, harga minyak naik setelah Amerika Serikat mengumumkan sanksi baru terhadap Iran, dan ketika pasar energi tetap fokus pada kekhawatiran pasokan yang telah membuat harga melonjak tahun ini.

Harga minyak Brent kontrak Agustus 2022 berada di US$119,81 per barel, naik US$1,30 atau 1,1 persen. Harga minyak WTI kontrak Juli 2022 menguat US$2,27 atau 2,0 persen menjadi US$117,58 per barel.

Harga minyak tergelincir sehari sebelumnya karena kenaikan suku bunga di Amerika Serikat, Inggris dan Swiss memicu kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi global.

Setelah aksi jual di awal sesi, pembeli melompat kembali ke pasar karena sebagian besar peramal memperkirakan pasokan akan tetap ketat selama beberapa bulan.

"Banyak dari itu hanya masalah pasokan dan itu harus diselesaikan," kata Eli Tesfaye, ahli strategi pasar senior di RJO Futures. "Saat ini tidak ada perlambatan permintaan global sehingga aksi jual apa pun akan dilihat sebagai peluang dan itulah yang benar-benar kita lihat hari ini."

Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan permintaan akan meningkat lebih lanjut pada tahun 2023, tumbuh lebih dari 2,0 persen ke rekor 101,6 juta barel per hari. Optimisme bahwa permintaan minyak China akan pulih karena pelonggaran pembatasan COVID-19 juga mendukung harga.

Para analis mengatakan harga mendapat dorongan dari keputusan Washington untuk menjatuhkan sanksi pada perusahaan China, Emirat dan Iran yang membantu mengekspor petrokimia Iran.

Selain itu, produksi minyak Libya telah turun menjadi 100.000-150.000 barel per hari, sebagian kecil dari 1,2 juta barel per hari yang terlihat tahun lalu, dan para analis tetap khawatir bahwa negara itu dapat memiliki masalah berkelanjutan dalam pengiriman minyak di tengah kerusuhan.

Harga tergelincir lebih dari 2,0 persen sesi sebelumnya setelah Federal Reserve AS menaikkan suku bunga utamanya sebesar 0,75 persen, kenaikan terbesar sejak 1994.

"Begitu Anda menaikkan suku bunga setinggi itu, dan juga Anda tahu itu akan terjadi bulan depan, banyak pelanggan ritel mengalami kesulitan berdagang begitu Anda mulai menaikkan biaya perdagangan mereka," kata Robert Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho di New York.

Pada Kamis (16/6/2022), saham-saham Eropa jatuh setelah kenaikan suku bunga yang mengejutkan dari bank sentral Swiss (SNB). Langkah ini diikuti oleh kenaikan suku bunga bank sentral Inggris (BoE).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Hafiyyan
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper