Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Yield SUN Indonesia Tertekan, Bagaimana dengan Negara Berkembang Lain?

Tekanan terhadap penerbitan surat utang negara (SUN) dinilai masih lebih baik dibandingkan dengan negara berkembang lain. Sejumlah strategi dapat dilakukan pemerintah.
ilustrasi obligasi
ilustrasi obligasi

Bisnis.com, JAKARTA - Tekanan terhadap penerbitan surat utang negara (SUN) dinilai masih lebih baik dibandingkan dengan negara berkembang lain. Sejumlah strategi dapat dilakukan pemerintah.

Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto menuturkan pasar obligasi Indonesia turut terdampak tekanan  global dari kenaikan inflasi global, risiko perang Ukraina dan Rusia, kenaikan FFR dan perkiraan quantitative tightening the Fed.

"Negara yang lain juga sama mengalami kenaikan yield juga. Positifnya, year to date perubahan yield SUN relatif rendah dibandingkan dengan rata-rata kenaikan yield di negara-negara berkembang lainnya," jelasnya kepada Bisnis, Selasa (17/5/2022).

Seiring tekanan tersebut, permintaan lelang SUN juga turut menurun. Imbal hasil SUN acuan tenor 10 tahun mencapai 7,49 persen. Sementara itu, pemerintah hari ini menggelar lelang sukuk negara dengan target Rp9 triliun.

Sepanjang tahun ini, pemerintah mengumpulkan Rp302,35 triliun dari target Rp363 triliun. Untuk menggalang dana di pasar yang berisiko, pemerintah telah menggelar 7 kali lelang tambahan sepanjang tahun ini.

"Menurutku ada faktor musiman juga, selain partisipasi asing yang juga menurun. Faktor musimannya perbankan menyiapkan dana persiapan libur panjang Idul Fitri. Biasanya setelah ini, likuiditas akan kembali lagi dan permintaan ada potensi naik," katanya.

Hal ini sudah terlihat lanjutnya, seperti yang terjadi di lelang sukuk hari ini, Selasa (17/5/2022) yang naik signifikan dibandingkan dengan lelang sebelumnya.

Di sisi lain, green shoe option (GSO) atau lelang tambahan ini salah satu cara untuk mengoptimalkan penerbitan di lelang reguler. Upaya ini lanjutnya, cukup efektif kalau dilihat permintaan lelangnya selalu ada tambahan.

"Supaya tidak tergantung utang, salah satu caranya ya outlook defisit anggarannya bisa ditekan. Sejauh ini kalau lihat dari realisasi defisit anggaran sampai dengan Maret masih surplus, seiring dengan peningkatan revenue side," paparnya.

Kalau tren peningkatan pendapatan negara ini bisa berlanjut, maka ketergantungan pembiayaan lewat utang juga otomatis akan turun ke depannya.

Cara kedua, terangnya, pemerintah dapat mengoptimalisasi Saldo Anggaran Lebih (SAL), saat ini SAL pemerintah masih sangat tinggi, ini bisa digunakan selain sebagai buffer fiskal kalau ada perubahan asumsi, bisa juga dipakai untuk mengurangi utang.

"Karena penurunan pasar lebih karena tekanan global, sebenarnya ini bisa jadi momentum untuk investor domestik meningkatkan peran lagi. Dengan begitu, jika porsi asing semakin menurun, diharapkan volatilitas pasar ke depan nya juga semakin berkurang karena potensi sudden reversal dari investor asing juga bisa semakin rendah," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper