Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Efek Kenaikan Bunga di AS, Bank Indonesia & Pemerintah Perlu 'Dudukkan' Inflasi

Kenaikkan suku bunga acuan di Amerika Serikat telah menyeret sentimen kenaikan bunga obligasi pemerintah di dalam negeri. Pemerintah diminta menghitung ekspektasi inflasi rill agar Indonesia tetap sebagai tujuan investasi.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) cenderung melemah setelah keputusan the Fed untuk menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyampaikan bahwa selain menaikkan suku bunga, the Fed juga akan mulai mengurangi neraca keuangannya pada Juni mendatang sebesar US$47,5 miliar per bulan dan per September mendatang akan dikurangi sebesar US$95 miliar.

Kedepan pun, the Fed memberi sinyal akan kembali kembali menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin dalam FOMC meeting Juni dan Juli 2022. Hal ini akan menjadi tantangan bagi stabilitas nilai tukar rupiah.

Pada hari ini pun, Kamis (12/5/2022), rupiah 44 poin atau 0,30 persen ke Rp14.598 per dolar AS. Sementara indeks dolar AS menguat 0,45 persen ke 104,31.

“Pelemahan nilai tukar rupiah bersama mata uang global juga dipengaruhi risk-off sentiment di pasar saham global dan pasar obligasi global,” kata Josua kepada Bisnis, Rabu (11/5/2022).

Sejalan dengan itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi dalam beberapa hari terakhir dan yield Surat Utang Negara (SUN) dengan tenor 10 tahun juga mengalami peningkatan sejalan dengan kenaikan yield US Treasury yang sempat menyentuh level 3,13 persen.

Josua mengatakan, Bank Indonesia (BI) akan tetap berada di pasar dalam rangka mendukung stabilitas nilai tukar rupiah dengan melakukan triple intervention.

“Selain itu, dalam rangka mendukung daya tarik investasi instrumen keuangan berdenominasi Rupiah, pemerintah dan BI perlu memperkuat koordinasi dalam rangka menjangkar ekspektasi inflasi sedemikian sehingga akan mendukung aliran modal asing ke pasar keuangan domestik,” jelasnya.

Meskipun dalam jangka pendek yield SUN 10 tahun masih berkisar >7 persen, imbuh dia, namun kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang solid diperkirakan akan membatasi kenaikan yield SUN lebih lanjut lagi kedepannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper