Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jual 79 Juta Ton Batu Bara, BUMI Catat Rekor Pendapatan!

Bumi Resources meraih pendapatan US$5,42 miliar pada 2021, rekor pendapatan tertinggi perusahaan, di tengah lonjakan harga batu bara.
Operasional tambang batu bara kelompok usaha Bumi Resources./bumiresources.com
Operasional tambang batu bara kelompok usaha Bumi Resources./bumiresources.com

Bisnis.com, JAKARTA - Emiten batu bara Grup Bakrie, PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) mencatatkan rekor pendapatan tertinggi pada 2021 senilai US$5,42 miliar.

Direktur & Corporate Secretary BUMI Dileep Srivastava menyampaikan Bumi Resources meraih pendapatan US$5,42 miliar pada 2021, naik 47 persen year on year (yoy) dari sebelumnya US$3,68 miliar.

"Peningkatan pendapatan BUMI mencapai rekor tertinggi ditopang kenaikan harga penjualan batu bara," paparnya dalam siaran pers, Jumat (29/4/2022).

Pada 2021, BUMI melakukan penjualan 79 juta batu bara, turun 3 persen yoy dari 81,5 juta ton pada 2020. Perincian penjualan 2021 yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) 56,9 juta dan dan PT Arutmin Indonesia (AI) 22,2 juta ton.

Kendati volume menurun, harga penjualan meningkat sehingga mendorong pendapatan BUMI. Realisasi harga batu bara pada 2021 mencapai US$67,4 per ton, naik 52 persen yoy dari US$44,2 per ton pada 2020.

Dari sisi produksi, Bumi Resources menghasilkan 78,8 juta ton pada 2021, menurun dari 81,1 juta ton pada 2020. BUMI juga menurunkan inventory menjadi 1,5 juta ton dari sebelumnya 2,2 juta ton untuk mengoptimalkan modal kerja.

Moncernya kinerja top line turut menopang sisi bottom line. BUMI meraih laba bersih US$168 juta pada 2021, berbalik dari rugi bersih US$338 juta pada 2020.

Dileep menyampaikan dampak pandemi Covid-19 sangat bepengaruh pada kinerja sektor di tahun 2021. Namun, sinyal pemulihan di bisnis batu bara mulai terlihat dan berlanjut pada kuartal I/2022.

"Dengan kembalinya optimisme sektor, dan tren kenaikan harga batubara, Bumi Resources berharap dapat meningkatkan kinerja yang signifikan di 2022," paparnya.

Berlanjutnya fenomena La Nina sejak kuartal IV/2021 (prakiraan hingga Mei 2022) berdampak pada output. Konflik yang terjadi di Eropa Timur, dan kesulitan menghadirkan kemampuan energi terbarukan untuk menggantikan bahan bakar fosil, seperti batu bara, harga gas yang tidak terjangkau memperlebar kesenjangan pasokan dengan meningkatnya permintaan batu bara.

"Ini juga dapat membuat harga batu bara tetap tinggi tahun ini dan berikutnya," imbuh Dileep.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper