Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah dan Mayoritas Mata Uang Asia Perkasa Pagi Ini

Bersama rupiah, sejumlah mata uang di Asia seperti yen Jepang menguat 0,51 persen, dolar Singapura menguat 0,13 persen, dolar Hong Kong menguat 0,01 persen.
Karyawati menunjukkan mata uang rupiah dan dolar AS di salah satu kantor cabang PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. di Jakarta, Selasa (5/1/2021). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawati menunjukkan mata uang rupiah dan dolar AS di salah satu kantor cabang PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. di Jakarta, Selasa (5/1/2021). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Rupiah dibuka perkasa pada perdagangan Selasa (26/4/2022) setelah sempat anjlok pada perdagangan kemarin dihantam penguatan indeks dolar AS ke level tertinggi.

Berdasarkan data Bloomberg, pada Selasa (26/4/2022) pukul 09.15 WIB, rupiah dibuka menguat 0,16 persen atau 23,5 poin ke Rp14.430. Sementara itu, indeks dolar AS melemah 0,18 persen ke 101,56.

Bersama rupiah, sejumlah mata uang di Asia seperti yen Jepang menguat 0,51 persen, dolar Singapura menguat 0,13 persen, dolar Hong Kong menguat 0,01 persen, dan peso Filipina menguat 0,21 persen.

Sebelumnya, Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan mata uang rupiah hari ini akan dibuka berfluktuatif. Namun, akan ditutup melemah di rentang Rp14.440-Rp14.480.

Ibrahim menyebutkan kenaikan dolar AS hari ini disebabkan oleh aksi investor yang mencari keamanan di tengah ketidakpastian prospek pertumbuhan global.

Dia mengatakan terdapat tiga kekuatan besar yang mendorong pasar dan semuanya adalah kekhawatiran, mencakup kekhawatiran apakah AS dan ekonomi global dapat menahan Federal Reserve yang makin hawkish, kekhawatiran tentang pertumbuhan China karena penguncian untuk mencegah penyebaran Covid-19 dan guncangan komoditas yang disebabkan oleh perang Rusia-Ukraina.

Dari dalam negeri, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dinilai banyak pengamat telah terlalu tinggi, terlebih saat memasuki pandemi Covid-19. Indonesia mestinya dapat menekan defisit hingga 1 persen, bahkan ketika kondisi ekspansif.

Walaupun tahun-tahun sebelumnya memang APBN selalu defisit. Tahun lalu, defisit APBN melonjak menjadi 6 persen pada 2020 atau tahun pertama pandemi. Namun Indonesia mendapatkan berkah dari kenaikan harga komoditas secara global sehingga pada 2021 defisit turun menjadi 4,7 persen.

“Jika berkah komoditas itu tidak lagi ada, defisit APBN pada 2022 bisa mencapai 4 persen—4,5 persen. Meskipun tahun depan terdapat kewajiban untuk menurunkan defisit hingga di bawah 3 persen, hal tersebut tidak cukup karena masih menjadi beban,” lanjutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper