Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gangguan Pasokan Libya dan Kekhawatiran atas Rusia Kerek Harga Minyak Mentah

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni ditutup menguat 1,53 poin atau 1,4 persen ke level US$108,33 per barel, setelah sebelumnya mencapai level US$109,80.
Kilang minyak lepas pantai di Skotlandia/Bloomberg-Jason Alden
Kilang minyak lepas pantai di Skotlandia/Bloomberg-Jason Alden

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah menguat pada akhir perdagangan Kamis (21/4/2022) menyusul kekhawatiran pengetatan pasokan setelah Uni Eropa (UE) mempertimbangkan potensi larangan impor minyak Rusia.

Dilansir Antara, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni ditutup menguat 1,53 poin atau 1,4 persen ke level US$108,33 per barel, setelah sebelumnya mencapai level US$109,80.

Sementara itu, Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk kontrak pengiriman Juni menguat 1,60 poin atau 1,6 persen ke US$103,79 per barel.

Pembeli juga bereaksi terhadap gangguan yang sedang berlangsung di Libya, yang kehilangan produksi minyak lebih dari 550.000 barel per hari karena blokade di ladang utama dan terminal ekspor.

Minyak Brent telah menguat hampir 8,0 persen dalam tujuh hari perdagangan terakhir, tetapi reli datang dengan kecepatan lambat, tidak seperti hiruk-pikuk yang menyertai pergerakan pada akhir Februari ketika Rusia menginvasi Ukraina dan juga pada pertengahan Maret.

Analis senior Price Futures Group Phil Flynn mengatakan sentimen terhadap harga minyak tidak semudah dicerna seperti beberapa pekan lalu karena pelaku pasar perlu mencerna sejumlah risiko.

Minyak sedikit melemah setelah Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan pada Kamis (21/4/2022) bahwa Uni Eropa perlu berhati-hati tentang larangan total impor energi Rusia karena kemungkinan akan menyebabkan harga minyak melonjak.

Uni Eropa masih mempertimbangkan larangan seperti itu atas invasi Rusia ke Ukraina, yang disebut Moskow sebagai "operasi militer khusus" untuk demiliterisasi tetangganya.

Flynn mengatakan pasar sedang mempertimbangkan kemungkinan bahwa, pertumbuhan yang melambat atau pasokan tambahan dapat menekan sentimen bullish harga minyak. Sementara itu, pasar tetap ketat. Stok bahan bakar sulingan AS mendekati posisi terendah 14 tahun.

Pelaku pasar juga merespons komentar pejabat Federal Reserve yang menyatakan jalur agresif untuk meningkatkan suku bunga AS dalam beberapa bulan mendatang. Itu bisa menghambat pertumbuhan, mengurangi permintaan produk energi.

Ekspor minyak mentah AS naik menjadi lebih dari 4 juta barel per hari pekan lalu, sebagian mengimbangi kehilangan minyak mentah Rusia yang terkena sanksi dari Amerika Serikat dan negara-negara Eropa.

Pasar minyak tetap ketat dengan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutu yang dipimpin oleh Rusia, atau yang disebut OPEC+, berjuang untuk memenuhi target produksi mereka dan dengan stok minyak mentah AS turun tajam dalam pekan yang berakhir 15 April.

"Dengan hanya dua negara dalam aliansi OPEC+ yang memiliki kapasitas cadangan yang signifikan, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, kelompok tersebut berpegang pada pendekatan yang hati-hati dalam melepaskan pengurangan produksi terkait pandemi," kata UBS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper