Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

The Fed Blak-blakan Hawkish, IHSG Diprediksi Masih Ngegas

Laju IHSG sejauh ini yang masih dapat mencatatkan kineja positif walaupun masih dalam fase konsolidasi.
Karyawan mengamati pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menggunakan ponsel di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (6/10/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha
Karyawan mengamati pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menggunakan ponsel di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (6/10/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Nada hawkish bank sentral Amerika The Fed yang berencana menaikkan suku bunga secara agresif diyakini tidak akan berdampak signifikan terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Analis Kiwoom Sekuritas Abdul Azis Setyo Wibowo mengatakan, sentimen hawkish dari The Fed tidak akan begitu mempengaruhi prospek IHSG ke depannya. Pihaknya masih meyakini IHSG dapat bergerak menguat dalam beberapa waktu ke depan.

Menurut Azis, hal ini sudah terlihat pada pergerakan IHSG sejauh ini yang masih dapat mencatatkan kineja positif walaupun masih dalam fase konsolidasi.

Menurutnya, rencana The Fed juga sudah diantisipasi oleh Bank Indonesia (BI), yang telah merencanakan tapering off pada kuartal I/2022.

“Antisipasi dari BI ini menurut kami dapat mencegah capital outflow. Bahkan secara year to date asing mencatatkan net buy sebesar Rp5,92 triliun di market dan mayoritas masuk ke sektor perbankan, yang memiliki bobot cukup besar untuk IHSG,” jelasnya saat dihubungi Bisnis pada Kamis (27/1/2022).

Dalam jangka pendek, Azis memprediksi pergerakan IHSG akan berada di rentang 6.523 – 6.730.

Sementara itu, untuk rekomendasi saham, Azis menyarankan investor mencermati sektor perbankan yang diyakini menawarkan potensi upside cukup menarik. Salah satu saham yang di cermati bisa adalah BBRI dengan target harga Rp4.300, dan support di Rp4.000.

Selain itu, investor juga dapat memantau saham BBTN yang memiliki target harga Rp1.815 dan support di level Rp1.535.

“Saat ini BBRI diperdagangkan pada price to book value (PBV) 2,2 kali, di bawah rerata 5 tahun sebanyak 2,5 kali. Sementara itu, BBTN saat ini diperdagangkan dengan rasio PBV 0,8 kali kali, dibawah rerata 5 tahun sebanyak 1,1 kali,” pungkasnya.

Sebelumnya, Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) meninggalkan suku bunga utama mendekati nol. Namun, keuntungan itu dengan cepat menguap ketika pernyataan Fed memperingatkan segera mulai menaikkan target suku bunga untuk memerangi inflasi yang persisten terkait dengan rantai pasokan yang tertatih-tatih akibat Covid.

"Dengan inflasi jauh di atas 2,0 persen dan pasar tenaga kerja yang kuat, Komite mengharapkan akan segera menaikkan kisaran target suku bunga dana federal," kata pernyataan itu, mengutip Antara.

Saham meluncur ke wilayah negatif setelah tanya jawab Ketua Fed Jerome Powell berlangsung, di mana ia memperingatkan bahwa inflasi tetap di atas target jangka panjangnya dan masalah pasokan lebih besar dan lebih tahan lama daripada yang diperkirakan sebelumnya.

"Ketika wartawan bertanya kepada Powell apakah Fed akan mempertimbangkan menaikkan suku bunga di setiap pertemuan, yang berarti lebih dari empat kali tahun ini, dia tidak mengatakan mereka tidak akan melakukannya, yang menunjukkan fleksibilitas untuk menaikkan suku lebih cepat (jika perlu) daripada yang diperkirakan siapa pun," kata Chris Zaccarelli, kepala investasi di Independent Advisor Alliance di Charlotte, North Carolina.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper