Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Ibrahim Kholilul Rohman

Dosen Ekonomi Digital, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia

Dia meraih gelar doctor of philosophy (Ph.D) di bidang Technology and Society dari Chalmers University of Technology

Lihat artikel saya lainnya

OPINI: Prediksi Masa Depan Bisnis NFT

Berapa lama bisnis NFT akan bertahan? Saat ini, dunia seni digital yang banyak menggunakan NFT sebagai media transaksi semakin menjamur.
Ghozali Everyday/OpenSea
Ghozali Everyday/OpenSea

Nama Ghozali tiba-tiba menjadi buah bibir pada awal tahun ini. Pemuda asal Semarang ini sukses memunculkan inovasi dengan menjual foto selfie menggunakan non-fungible token (NFT) di beberapa marketplace, seperti Open Sea.

Dia mengumpulkan kolase selfie tersebut secara telaten sepanjang 2017—2021 dan berhasil menjualnya dengan omzet penjualan sekitar 284 Ethereum atau setara dengan Rp13 miliar hingga saat ini.

Bagaimana menjelaskan fenomena ini bagi masyarakat awam? Fungibility adalah sifat suatu aset yang dapat dipertukarkan dengan aset lainnya berjenis sama. Jika suatu aset bersifat fungible, proses pertukaran akan berjalan mudah.

Jika Anto meminjamkan uang ke Badu Rp50.000, Badu bisa mengembalikan uang kepada Anto dengan dua lembar uang kertas Rp20.000 dan selembar uang kertas Rp10.000 atau kombinasi lain dengan jumlah yang sama. Alhasil, uang bersifat fungible.

Di sisi lain, Anti meminjamkan buku kumpulan puisi dan diary-nya kepada Betty. Namun, Betty teledeor dan menghilangkan buku tersebut. Betty tidak akan bisa menggantikan buku tersebut dengan jenis buku apapun, karena nilai non-ekonomi bagi Anti terhadap buku tersebut. Dalam hal ini buku tersebut bersifat non-fungible.

Untuk aset yang bersifat non-fungible, seseorang bisa memastikan bahwa keunikan dari kepemilikan ini terjamin. Salah satu caranya adalah dengan memberikan sertifikasi terhadap hak milik tersebut. Di dunia digital, sertifikat ini disebut dengan ‘token’.

Di era teknologi informasi ini, data-data yang tertransmisikan lewat internet dapat berupa visual, suara, dan tulisan. Era internet memungkinkan aset intelektual itu berpindah tangan dengan satu kali klik untuk bisa terunduh.

NFT menggunakan buku besar digital berbasis teknologi blockchain yang memberikan sertifikat kepada publik tentang keaslian dan bukti kepemilikan dari karya tersebut tetapi tidak membatasi pembagian atau penyalinan data digital dalam berbagai bentuk untuk para pembeli dan penikmat karya.

Di luar apa yang dipahami masyarakat secara umum, blockchain tidak hanya sekadar digunakan sebagai basis teknologi uang kripto seperti Bitcoin atau Ethereum. Teknologi blockchain memungkinkankan pendaftaran peer-to-peer digital yang mencatat dan menyimpan transaksi antar pihak.

Setiap pihak memiliki akses terhadap transaksi yang dicatat dalam buku besar (ledger). Pencatatan ini memungkinkan mata rantai informasi (atau transaksi) tersimpan secara kronologis dan permanen.

Berapa lama bisnis NFT akan bertahan? Dunia seni digital yang banyak menggunakan NFT sebagai media transaksi semakin menjamur. Kurator atau pembeli bisa langsung mengunjungi platform web seperti niftygateway.com, crypto.com atau rumah lelang online seperti 1stDibs.com.

Bahkan situs belanja seperti eBay sudah mulai banyak menjual karya seni dengan basis NFT. Meskipun sebagian besar NFT dikaitkan dengan seni digital, banyak pula yang menjadikan NFT sebagai media untuk menjual aset fisik mereka. Hal ini dilakukan dengan terlebih dulu mendigitalkan aset dan kemudian mentransformasikan bentuk fisik aset tersebut sebagai NFT.

Seniman bernama Mike Winkelmann (atau biasa dipanggil Beeple) memiliki salah satu satu karya yang berjudul Crossroad berisikan video berdurasi 10 detik yang terjual seharga US$6,6 juta pada Maret 2021. Pada tahun yang sama dia juga menjual Everydays: the First 5000 Days seharga US$69,3 juta di Christie's. Karya itu berisikan kolase 5.000 digital gambar yang dibuatnya.

Fakta-fakta di atas membuat ketertarikan banyak orang, terutama generasi muda untuk menggunakan teknologi NFT sebagai media penjualan karya. Namun, yang perlu dicermati adalah sama seperti dalam kasus cryptocurrency yang juga menggunakan dasar teknologi blockchain. Kelemahan utama dalam bisnis NFT menyangkut stabilitas dan keberlanjutannya.

Sebuah studi awal oleh David Evans dari University of Chicago pada 2014 menunjukkan betapa berfluktuasinya harga kripto. Pada saat studi itu dilakukan, jika dibandingkan dengan mata uang tradisional seperti Euro, Bitcoin memiliki fluktuasi 18 kali lipat yang membuat motif spekulasi lebih menonjol dalam kepemilikannya.

Fenomena itu tampaknya masih terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Sepanjang 2020—2021, Bitcoin dijual sekitar US$5.000 pada Maret 2020, lalu naik menjadi US$63.000 pada April 2021, turun menjadi US$32.000 pada Juni 2021 dan naik lagi menjadi US$65.000 pada November 2021. Tidak ada mata uang lain di dunia yang memiliki pola fluktuasi yang sama dengan Bitcoin.

NFT tampaknya akan memiliki karakteristik yang hampir sama. Terlebih jika produk seni yang diperjualbelikan mudah untuk direplikasi, sehingga memiliki barrier to entry yang rendah. Memang terdapat aspek inovasi dan keberuntungan yang menjadi daya tarik bagi generasi muda saat ini.

Namun, generasi muda juga harus belajar dari sejarah bahwa semua yang bersifat menggelembung (bubble) tidak akan pernah bersifat langgeng. Hal ini biasanya terjadi pada periode awal masa adopsi teknologi, sehingga menciptakan asymmetric information dari gap antara ekspektasi dan nilai ekonomi riil dari teknologi tersebut.

Awal tahun 2000, dunia mengalami gelembung dotcom, yaitu fenomena ketika pasar saham menggelembung akibat spekulasi berlebihan dari perusahaan-perusahaan yang berhubungan dengan teknologi Internet.

Pada periode yang hampir sama, studi dari Erik Bohlin dari Chalmers University menunjukkan bahwa negara-negara yang pertama kali melakukan lelang teknologi seluler 3G, yaitu Jerman dan Inggris mengalami winner curse.

Hal ini akibat valuasi dari operator yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai riil ekonomi yang dihasilkan oleh generasi baru teknologi tersebut, sehingga operator generasi pertama 3G mengeluarkan biaya perolehan frekuensi jauh lebih tinggi daripada nilai ekonominya.

Nanti, kemungkinan terjadi hal yang sama. Pasar akan segera termoderasi ketika baik penjual dan pembeli mencapai titik ekuilibrium sesungguhnya dari nilai riil barang berbasis NFT yang diperjualbelikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper