Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bitcoin Kembali Gelinding ke US$50.000, Aset Berisiko Naik Jelang Natal

Harga Bitcoin kembali menguat setelah ambles sekitar 30 persen sejak mencatatkan rekor tertinggi sepanjang sejarah pada awal November lalu.
Ilustrasi Mata Uang Kripto Bitcoin/Antara
Ilustrasi Mata Uang Kripto Bitcoin/Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Harga Bitcoin menguat ke atas level US$50.000 untuk pertama kalinya dalam 2 pekan seiring dengan sentimen positif pada pasar finansial jelang libur Natal.

Berdasarkan data Bloomberg, Jumat (24/12/2021), aset kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar di dunia itu terpantau naik 3,5 persen ke US$50.781 di New York. Sementara itu, aset-aset kripto lain seperti Ether dan Solana juga menguat.

Adapun, harga Bitcoin telah ambles sekitar 30 persen sejak mencatatkan rekor tertinggi sepanjang sejarah pada awal November lalu. Bitcoin sebelumnya telah anjlok selama lima pekan beruntun seiring dengan fokus bank sentral dunia untuk menjaga kenaikan inflasi dengan memperketat kebijakan moneter dan memperhatikan dampak varian virus corona Omicron.

Sentimen tersebut membuat investor memprediksi aset-aset berisiko seperti kripto akan kembali melemah akibat penyebaran virus.

Kekhawatiran tersebut mulai mereda pada hari Kamis seiring dengan kenaikan pada mayoritas sektor di Bursa AS.

Ross Mayfield, Investment Strategy Analyst di Baird menyebutkan, aset kripto seperti Bitcoin saat ini dipandang sebagai aset dengan risiko tinggi tetapi dengan potensi return yang tidak kalah besar atau disebut high-beta asset. Ketika selera risiko pasar tinggi, maka harga Bitcoin akan ikut menguat signifikan, dan sebaliknya.

Mayfield menuturkan Bitcoin tengah membentuk level yang disebut double-bottom pada kisaran US$46.800 dengan level resistance pada kisaran US$50.635.

Sebelumnya, Senior Commodity Strategist Bloomberg Intelligence, Mike McGlone dalam Global Cryptocurrencies 2022 Outlook edisi Desember 2021 yang dirilis Bloomberg menyebutkan, tren koreksi Bitcoin yang terjadi saat ini secara fundamental masih menunjukkan pola bullish. Hal ini diprediksi akan menjadi bantalan bagi Bitcoin untuk menguat pada tahun depan.

Riset tersebut menyebutkan, pergerakan harga Bitcoin dinilai mampu melewati sentimen pelarangan penambangan aset kripto oleh pemerintah China dan konsumsi energi yang tidak efisien melalui aktivitas penambangan (mining). Hal tersebut terlihat dari pemulihan harga yang terjadi setelah mengalami koreksi signifikan hingga ke kisaran US$30.000 pada Juli lalu.

“Mayoritas aktivitas penambangan telah berpindah ke lokasi yang lebih aman di AS dan Kanada. Sementara itu, penggunaan energi terdesentralisasi juga mengindikasikan kekuatan Bitcoin,” ujar McGlone dikutip dari risetnya.

Ia menyebutkan, pertanyaan kunci yang dihadapi Bitcoin menjelang awal 2022 adalah apakah pergerakan harga kripto tertua tersebut akan menyentuh puncaknya atau hanya sekadar fase konsolidasi untuk bergerak bullish ke depannya.

“Kami mempercayai Bitcoin sedang terkonsolidasi untuk bergerak lebih bullish. Saat ini, Bitcoin sedang dalam prosesnya untuk menjadi aset digital yang menjadi jaminan di pasar dunia,” jelasnya.

Seiring dengan hal tersebut, McGlone menyebutkan level support utama Bitcoin berada di US$50.000 dan titik resistance di US$100.000 pada tahun depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper