Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Laporan Moody's: Emiten Batu Bara Siap-Siap Hadapi Risiko Pembiayaan dari Bank

Risiko pembiayaan kembali akan meningkat untuk perusahaan batu bara, di tengah menyusutnya jumlah pinjaman bank dan kurangnya sumber pendanaan alternatif.
Petugas mengawasi proses penimbunan batu bara di Tambang Air Laya, Tanjung Enim, Sumatra Selatan, Minggu (3/3/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan
Petugas mengawasi proses penimbunan batu bara di Tambang Air Laya, Tanjung Enim, Sumatra Selatan, Minggu (3/3/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA — Melihat regulasi pemerintah dan pergerakan bisnis ke arah ekonomi berdasarkan energi baru dan terbarukan, perbankan diperkirakan akan berpikir berkali-kali lipat sebelum memberikan pandaan ke sektor batu bara.

Moody's Investor Service menyebutkan risiko pembiayaan kembali akan meningkat untuk perusahaan batu bara, di tengah menyusutnya jumlah pinjaman bank dan kurangnya sumber pendanaan alternatif.

Penambang batu bara Indonesia berisiko menghadapi kekurangan pendanaan mengingat bank domestik dan internasional, serta investor obligasi, semakin selektif dalam memberikan pinjaman ke sektor ini di tengah meningkatnya kesadaran dan regulasi terkait iklim.

"Bank domestik Indonesia memasukkan pertimbangan lingkungan, sosial, tata kelola [ESG] ke dalam praktik manajemen risiko mereka dengan persyaratan bahwa peminjam mengadopsi langkah-langkah transisi karbon. Oleh karena itu, perbankan domestik akan semakin selektif dalam menyalurkan kredit ke sektor batu bara," kata Tengfu Li, Analis Moody dalam riset, dikutip Minggu (28/11/2021).

Otoritas Jasa Keuangan Indonesia (OJK) juga menerapkan peraturan pada 2017 yang mewajibkan bank untuk mengajukan tindakan keuangan berkelanjutan dan menerbitkan laporan keberlanjutan setiap tahun.

OJK tengah memulai fase kedua dari peta jalan tersebut, seperti memberlakukan Pajak Hijau, yang akan memperkuat disiplin bank dalam mengelola risiko transisi karbon.

Di tengah menyusutnya pinjaman bank, risiko pembiayaan kembali akan meningkat jika penambang Indonesia tidak dapat membayar utang dari arus kas atau melakukan diversifikasi dari batu bara termal.

Maisam Hasnain, Vice President Moody's, mengatakan perusahaan pertambangan batu bara Indonesia yang dinilai memiliki sekitar US$2,9 miliar obligasi yang jatuh tempo antara 2024-2026.

"Perusahaan-perusahaan ini tidak mungkin untuk sepenuhnya membiayai kembali jatuh tempo obligasi ini dengan pinjaman bank domestik karena pokok agregat obligasi ini besar, setara dengan sekitar 30 persen dari total pinjaman perbankan domestik ke sektor pertambangan per Agustus 2021,” kata Maisam.

Moody's berharap para emiten tambang dapat memanfaatkan arus kas yang kuat di tengah harga batu bara yang tinggi saat ini untuk melunasi utang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper