Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sritex (SRIL) Bantah Mau Delisting, Begini Penjelasan Lengkapnya

Sritex fokus untuk menyelesaikan proses PKPU dengan cepat dan sebaik-baiknya sehingga diharapkan saham SRIL dapat kembali diperdagangkan seperti sedia kala.
Seorang karyawan tengah menjahit seragam militer di pabrik PT Sri Rejeki Isman Tbk. Divisi garmen merupakan salah satu pilar usaha perusahaan tekstil berbasis di Solo tersebut./sritex.co.id
Seorang karyawan tengah menjahit seragam militer di pabrik PT Sri Rejeki Isman Tbk. Divisi garmen merupakan salah satu pilar usaha perusahaan tekstil berbasis di Solo tersebut./sritex.co.id

Bisnis.com, JAKARTA - Emiten tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex membantah akan hengkang dari papan pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia atau delisting dalam waktu dekat. Perseroan fokus menghadapi perkara penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). 

Direktur Keuangan Sritex Allan Moran Severino menanggapi isu delisting yang kerap muncul di media massa belakangan ini. 

"Saat ini Sritex sedang menjalani proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sejak 6 Mei 2021. Hal ini membuat Perusahaan tidak boleh membayar Utang secara terpisah, dan harus mengikuti prosedur selama PKPU berjalan," ujarnya, dikutip Senin (22/11/2021).

Hal tersebut memicu  suspensi terhadap saham emiten berkode SRIL pada 18 Mei 2021 akibat tidak dibayarnya Medium Term Notes (MTN) sebesar US$25 juta.

Batas maksimum PKPU sendiri adalah 270 hari (9 bulan), sedangkan batas maksimum untuk delisting adalah 24 bulan.

"Perusahaan fokus untuk menyelesaikan proses PKPU dengan cepat dan sebaik-baiknya sehingga diharapkan saham SRIL dapat kembali diperdagangkan seperti sedia kala," katanya.

Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 3 BEI, Goklas Tambunan dan Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan BEI, Irvan Susandy mengatakan saham SRIL telah disuspensi di seluruh pasar selama enam bulan hingga saat ini.

"Masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada 18 Mei 2023," kata BEI dalam pengumumannya, dikutip Minggu (21/11/2021).

Sebagaimana diketahui, berdasarkan Peraturan Bursa No I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting), BEI dapat menghapus pencatatan saham perusahaan karena dua alasan.

Pertama, sesuai ketentuan III..3.1.1, mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status perusahaan tercatat sebagai perusahaan terbuka, dan perusahaan tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.

Kedua, ketentuan III.3.1.2, saham perusahaan tercatat yang akibat suspensi di pasar reguler dan pasar tunai, hanya diperdagangkan di pasar negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.

Adapun saat ini, kepemilikan saham publik di SRIL mencapai 8,15 miliar saham atau 39,89 persen dari jumlah seluruh saham SRIL. Sementara sisanya 59,03 persen dimiliki oleh PT Huddleston Indonesia, 0,52 dimiliki Iwan Kurniawan, 0,00 persen atau 740.000 saham dimiliki Vonny Imelda Lukminto.

Jumlah yang sama, yakni 740.000 saham juga dimiliki Lenny Imelda Lukminto dan Margaret Imelda. Lalu 0,03 persen dimiliki Hajah Susyana, dan 0,52 persen dimiliki Iwan Setiawan.

Bursa pun meminta publik memperhatikan dan mencermati segala bentuk informasi yang disampaikan oleh perseroan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper