Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peluang Investasi Pasar Saham, Obligasi, dan Reksa Dana setelah Tapering

Pasar saham, obligasi, dan reksa dana berpotensi menanjak meskipun ada sentimen tapering Fed pada bulan ini.
Pengunjung berada di dekat layar monitor perdagangan Indeks Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (27/7/2020). Bisnis/Abdurachman
Pengunjung berada di dekat layar monitor perdagangan Indeks Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (27/7/2020). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA - Peluang investasi di pasar saham, obligasi, dan reksa dana terbilang cerah meskipun Federal Reserve berencana akan memulai pengurangan program pembelian obligasi atau tapering pada akhir bulan ini.

Kepala Riset Samuel Sekuritas Suria Dharma mengatakan, tapering off merupakan sesuatu yang akan terjadi. Namun, menurutnya tapering off saat ini tidak akan serupa dengan yang terjadi pada 2013.

"Saham dulu 55 persen kepemilikan asing, sekarang sekitar 45 persen. Ini hal yang berbeda," kata Suria, Selasa (9/11/2021).

Dia melanjutkan, ketika pengumuman tapering dikeluarkan The Fed, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami kenaikan karena harga komoditas yang naik tinggi.

Dia menilai, naiknya harga komoditas ini akan berlangsung cukup panjang, dan tidak bisa turun begitu saja. Dia memperkirakan kenaikan harga ini akan bertahan minimal hingga semester I/2022.

"Komoditas kita harganya masih tinggi, dan kalau sudah tinggi seperti sekarang, enggak bisa langsung turun begitu saja. Jadi jangka waktunya minimal sampai semester I tahun depan," tuturnya.

Di tengah kondisi tapering off ini, Suria memiliki beberapa rekomendasi sektor saham yang bisa dimasuki investor. Menurutnya, saham komoditas seperti crude palm oil (CPO) dan batu bara masih cukup menarik di tengah tapering off.

Selain itu, sektor lainnya adalah perbankan. Dia melihat, dengan pengetatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang terjadi pada Juli hingga Agustus, tidak membuat kinerja bank di kuartal III/2021 terganggu.

"Telekomunikasi juga menarik dengan banyak sekali terjadinya corporate action. Itu beberapa sektor yang perlu diperhatikan," ucapnya.

Dalam risetnya, Mirae Asset Sekuritas Indonesia menargetkan IHSG dapat menyentuh level 6.880 pada akhir 2021.

Head of Investment Research Mirae Asset Sekuritas Indonesia Hariyanto Wijaya menuturkan berpotensi tersebut memiliki probabilitas sebesar 60 persen.

“Dalam skenario bullish, IHSG dapat menembus 7.100 dengan kemungkinan 30 persen. Skenario bearish dengan probabilitas 10 persen, IHSG akan berada di level 6.485 pada akhir tahun,” tulisnya dalam riset.

Katalis positif pergerakan pasar saham, lanjutnya, berasal dari pelonggaran PPKM, laporan keuangan emiten kuartal III/2021, serta potensi kenaikan mobilitas dan aktivitas belanja masyarakat.

Di sisi lain, kebijakan tapering The Fed diyakini tidak akan berdampak signifikan terhadap kondisi pasar modal domestik dan IHSG.

Menurut Mirae, hingga 9 November, sebanyak 22 dari 45 emiten yang menjadi konstituen indeks LQ45 telah merilis laporan keuangannya.

Dari 22 emiten tersebut, laba bersih perusahaan tercatat tumbuh 12,1 persen secara kuartalan. Sementara, secara year-on-year (yoy) laba bersih terpantau melesat 56,6 persen.

Pada November, Mirae Asset Sekuritas Indonesia menjagokan saham-saham dari sektor perbankan, ritel, properti, tambang batu bara, dan perkebunan, yakni BBNI, BTPS, BJTM, MAPA, BSDE, DMAS, AALI, dan ITMG.

OBLIGASI DAN REKSA DANA

Investor direkomendasikan untuk mencermati reksa dana saham dan pendapatan tetap seiring dengan minimnya dampak sentimen tapering The Fed serta mulai derasnya aliran dana asing ke Indonesia.

Dimas Ardhinugraha, Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menjelaskan pasar obligasi kini lebih siap dalam menghadapi tren perubahan sentimen global ini.

Faktor kepemilikan asing yang jauh lebih rendah dibandingkan periode-periode sebelumnya, dinamika pasokan obligasi yang lebih baik dan tingkat imbal hasil obligasi Indonesia yang menarik diharapkan dapat meredam dampak kebijakan moneter The Fed yang lebih ketat di 2022.

“Fundamental makro yang lebih baik dan stabilitas eksternal yang terus diperkuat diharapkan dapat menjaga volatilitas pasar obligasi Indonesia,” jelasnya dikutip dari keterangan resmi, Kamis (11/11/2021)

Sementara itu, di pasar saham, aliran dana asing masuk pasar saham semakin kuat bahkan menjelang pengetatan moneter The Fed. Minat terhadap saham kapitalisasi besar mulai menunjukkan perbaikan didukung oleh membaiknya situasi pandemi dalam negeri.

Sementara itu, saham ekonomi digital menawarkan prospek jangka panjang yang menarik didukung tren struktural industri yang mengarah ke digital dan potensi inklusi pada indeks saham global.

Faktor-faktor tersebut menjadi peluang bagi investor untuk menambah portofolio investasinya di reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana saham.

“Sekarang tinggal investor yang menentukan, akan memilih yang mana. Namun sebelum keputusan investasi dijatuhkan, pastikan untuk menyesuaikan terlebih dahulu dengan profil risiko masing-masing, agar tidak menyesal kemudian,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper