Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Prospek Reksa Dana Pendapatan Tetap di Sisa Tahun 2021 Menurut Panin AM

Isu tapering dan plafon utang atau debt ceiling AS akan mempengaruhi pergerakan reksa dana pendapatan tetap di sisa tahun ini.
ILUSTRASI REKSA DANA. Bisnis/Himawan L Nugraha
ILUSTRASI REKSA DANA. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Isu tapering The Fed membayangi prospek kinerja reksa dana pendapatan tetap di sisa tahun 2021. Kendati demikian, dampak yang ditimbulkan dari sentimen tersebut tidak akan terlalu signifikan.

Direktur Panin Asset Management Rudiyanto menjelaskan, isu tapering dan plafon utang atau debt ceiling AS akan mempengaruhi pergerakan reksa dana pendapatan tetap di sisa tahun ini.

Ia menjelaskan, kedua isu tersebut akan berdampak negatif terhadap harga obligasi AS. Hal ini akan turut berimbas secara tidak langsung kepada pasar Surat Utang Negara (SUN) Indonesia dan juga reksa dana pendapatan tetap.

Meski demikian, menurutnya dampak sentimen tersebut terhadap pasar reksa dana tidak akan terlalu signifikan. Hal ini seiring dengan kondisi inflasi Indonesia yang masih terkendali pada tahun ini.

“Efeknya cenderung terbatas untuk tahun ini, tetapi tahun depan seiring pemulihan ekonomi akan lebih terasa ke reksa dana pendapatan tetap,” jelasnya saat dihubungi, Kamis (28/10/2021).

Adapun, di sisa tahun ini Panin AM akan memperbanyak obligasi korporasi serta mengandalkan surat utang pemerintah dengan tenor pendek. Hal ini dilakukan guna menjaga kinerja produk dari potensi volatilitas yang muncul.

“Jika ada koreksi besar pada obligasi pemerintah baru dimanfaatkan untuk beli obligasi pemerintah jangka panjang,” pungkasnya.

Sebelumnya, Infovesta Utama mengungkapkan beberapa sentimen global berpotensi menekan kinerja instrumen reksa dan berbasis surat utang. Apalagi dalam satu bulan terakhir harga obligasi mengalami penurunan.

Berdasarkan laporan mingguan Infovesta untuk periode 15 Oktober 2021 - 22 Oktober 2021, kepemilikan investor asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN) telah menyusut hingga Rp15,06 triliun sepanjang tahun 2021.

Pada laporan disebutkan beragam isu global yang membayangi diantaranya rencana tapering off oleh The Fed yang akan dimulai pertengahan November mendatang, percepatan kenaikan tingkat suku bunga The Fed pada pertengahan tahun 2022 berpotensi menekan kinerja reksa dana berbasis surat utang.

Belum lagi juga terdapat krisis likuiditas perusahaan raksasa properti di China, Evergrande. Selain itu, juga terdapat kekhawatiran stagflasi di negara-negara maju yang pada akhirnya memicu fluktuasi pergerakan pasar obligasi.

“Ditinjau selama sebulan terakhir, tampak harga obligasi tertekan secara berturut-turut,” tulis laporan mingguan Infovesta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper