Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Klaim Pengangguran Turun, Dolar AS Menguat

Jumlah orang Amerika yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran turun ke level terendah 19 bulan pekan lalu.
Karyawan menunjukan dolar AS di Jakarta, Rabu (25/11/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menunjukan dolar AS di Jakarta, Rabu (25/11/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Dolar AS menguat terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Kamis (21/10/2021) waktu setempat, menghapus kerugian sebelumnya, didorong oleh data pekerjaan dan perumahan yang lebih baik serta kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS.

Mengutip Antara, Jumat (22/10/2021), data menunjukkan bahwa jumlah orang Amerika yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran turun ke level terendah 19 bulan pekan lalu, menunjuk pada pengetatan pasar tenaga kerja, meskipun kekurangan pekerja dapat menjaga laju perekrutan moderat pada Oktober.

Penjualan rumah AS juga melonjak ke level tertinggi delapan bulan pada September, tetapi harga yang lebih tinggi karena pasokan tetap ketat menekan pembeli pertama kali keluar dari pasar perumahan.

"Dolar AS memudar di awal sesi, meskipun kemudian menemukan pijakannya pada klaim pengangguran yang lebih baik dan data penjualan rumah yang lebih baik," kata Ronald Simpson, direktur pelaksana untuk analisis mata uang global di Action Economics.

Indeks dolar naik menjadi 93,76, menguat 0,17 persen hari ini, setelah sebelumnya jatuh ke 93,49. Indeks telah mencapai tertinggi satu tahun di 94,56 minggu lalu karena meningkatnya taruhan bahwa Federal Reserve akan perlu menaikkan suku bunga lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya untuk memadamkan tekanan harga yang meningkat.

Gubernur Fed Christopher Waller mengatakan pada Kamis (21/10/2021) bahwa bank sentral AS harus membiarkan neracanya US$8 triliun menyusut selama beberapa tahun ke depan.

Dolar juga didukung karena imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun yang jadi acuan naik menjadi 1,683 persen, tertinggi sejak 13 Mei.

Mata uang yang sensitif terhadap risiko, termasuk dolar Australia, terus melemah bahkan ketika rebound saham di kemudian hari menunjukkan sentimen risiko yang membaik.

Dolar Australia, yang merupakan proksi untuk selera risiko, turun 0,67 persen menjadi US$0,7465 setelah mencapai US$0,7547 semalam, tertinggi sejak 6 Juli.

Kepala analisis teknis FICC Commerzbank, Karen Jones, mengatakan dalam sebuah laporan pada Kamis (21/10/2021) bahwa mata uang Australia kemungkinan akan mengalami aksi ambil untung karena mencapai rata-rata pergerakan 55-minggu di US$0,7516.

Dolar Selandia Baru, yang telah didorong sejak negara itu pada Senin (18/10/2021) mencatat pembacaan inflasi tertinggi dalam lebih dari satu dekade, juga turun 0,67 persen menjadi US$0,77153, setelah naik ke US$0,7219 semalam, tertinggi sejak 8 Juni.

Greenback merosot 0,34 persen terhadap safe-haven yen menjadi 113,97. Dolar telah mencapai tertinggi empat tahun 114,67 terhadap mata uang Jepang pada Rabu (20/10/2021).

Sterling tergelincir 0,29 persen menjadi US$1,3785, sementara euro turun 0,23 persen pada US$1,1623.

Bitcoin terakhir di US$65.193, setelah mencapai rekor tertinggi US$67.017 pada Rabu (20/10/2021). Permintaan untuk uang kripto telah meningkat setelah ETF (exchange traded fund) Bitcoin berjangka pertama AS mulai diperdagangkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Farid Firdaus
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper