Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Ambrol, Rupiah Terkuat di Asia

Rupiah menguat di atas mata uang lainnya di Asia seperti dolar Singapura yang naik 0,31 persen ke SG$1,3 per dolar AS. Kemudian, won Korea Selatan menguat 0,57 persen ke 1.186 won per dolar AS. 
Petugas menunjukkan mata uang dolar AS dan rupiah di Money Changer, Jakarta, Senin (19/4/2021). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Petugas menunjukkan mata uang dolar AS dan rupiah di Money Changer, Jakarta, Senin (19/4/2021). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA – Penguatan nilai tukar rupiah di hadapan dolar AS paling besar di Asia lantaran dolar AS tertekan hasil inflasi yang melanjutkan laju kenaikan.

Berdasarkan data Bloomberg, Kamis (14/10/2021) rupiah ditutup menguat 100 poin atau 0,70 persen ke Rp14.117 per dolar AS. Adapun, indeks dolar AS turun 0,65 poin atau 0,69 persen ke 93,86.

Sementara, mata uang lainnya di Asia seperti dolar Singapura menguat 0,31 persen ke SG$1,3 per dolar AS. Kemudian, won Korea Selatan menguat 0,57 persen ke 1.186 won per dolar AS. 

Nilai tukar rupee India juga menguat 0,14 persen ke 75,26 rupee per dolar AS, dan dolar Hong Kong menguat tipis 0,01 persen ke HK$7,77 per dolar AS.

Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menyebutkan, dolar AS jatuh dari level tertinggi satu tahun pada Rabu karena imbal hasil treasury 10 tahun turun setelah data inflasi AS menunjukkan kelanjutan kenaikan harga.

Sementara itu, risalah dari pertemuan Federal Reserve pada September juga mengkonfirmasi tapering akan dimulai segera.

Indeks harga konsumen AS naik 0,4 persen bulan lalu versus kenaikan 0,3 persen yang diantisipasi oleh para ekonom. Tahun ke tahun, CPI meningkat 5,4 persen atau naik dari 5,3 persen pada Agustus.

Selanjutnya, imbal hasil pada treasury jangka pendek, yang biasanya bergerak seiring dengan ekspektasi suku bunga, meningkat setelah laporan tersebut, sementara imbal hasil yang lebih lama untuk jangka 10 tahun turun.

“Ini menunjukkan pasar masih belum menetapkan harga dalam periode inflasi yang berkelanjutan. Kesenjangan antara catatan treasury dua tahun dan 10 tahun ditutup ke level tersempit dalam dua pekan setelah melebar ke level tertinggi dalam tiga bulan,” tulis Ibrahim dalam riset harian.

Selain itu, lonjakan harga energi telah menambah kekhawatiran inflasi dan memicu taruhan bahwa Fed mungkin perlu bertindak lebih cepat untuk menormalkan kebijakan daripada yang diproyeksikan sebelumnya.

Risalah dari pertemuan kebijakan The Fed pada September juga mengisyaratkan bahwa para gubernur bank sentral dapat mulai mengurangi stimulus pada pertengahan November, meskipun masih ada ancaman dari inflasitinggi.

Dari sisi internal, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III/2021 yang sebentar lagi akan dirilis diperkirakan akan tumbuh sekitar 3,5 sampai 4,5 persen year on year (yoy),

“Walaupun turun dari kuartal kedua 2021 sebesar 7,07 persen, pemerintah masih optimistis bahwa perekonomian akan kembali bangkit,” jelasnya.

Untuk perdagangan besok, Ibrahim memprediksikan mata uang rupiah kemungkinan dibuka  berfluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp14.080 - Rp14.130 per dolar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper