Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Drama Batas Utang AS, Yield SUN Indonesia Dapat Melemah Hingga Ke 6,6 Persen

pasar obligasi global dan Indonesia akan terancam jika AS gagal mencapai kesepakatan di level Kongres dan Senat pada 18 Oktober mendatang.
Ilustrasi OBLIGASI. Bisnis/Abdullah Azzam
Ilustrasi OBLIGASI. Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Permasalahan plafon utang (debt ceiling) di AS berpotensi melemahkan tingkat imbal hasil (yield) Surat Utang Negara (SUN) jika tidak diselesaikan sesuai dengan batas waktu.

Senior Economist Samuel Sekuritas Fikri C. Permana mengatakan, pergerakan imbal hasil SUN Indonesia utamanya akan dipengaruhi oleh sentimen-sentimen global. Menurutnya, kondisi pasar di global yang cenderung fluktuatif akan turut menekan yield SUN Indonesia.

“Dari dalam negeri, sebenarnya sentimennya sudah cukup baik. Cadangan devisa kita masih tinggi, neraca dagang bagus, inflasi juga terjaga,” jelasnya saat dihubungi pekan ini.

Salah satu sentimen global yang mempengaruhi prospek imbal hasil SUN Indonesia adalah risiko gagal bayar yang dialami oleh Evergrande. Fikri mengatakan, katalis ini memicu adanya risk on dari pasar yang menekan pasar obligasi, termasuk di Indonesia.

Selain itu, proses negosiasi terkait plafon utang (debt ceiling) di AS juga diyakini akan berperan signifikan terhadap fluktuasi yield SUN di Indonesia. Menurutnya, pasar obligasi global dan Indonesia akan terancam jika AS gagal mencapai kesepakatan di level Kongres dan Senat pada 18 Oktober mendatang.

“Karena ini akan menjadi gagal bayar (default) pertama pemerintah AS sepanjang sejarah yang akan menjadi preseden buruk dan memunculkan risiko repositioning atau rebalancing yang signifikan terhadap portofolio semua aset secara global,” jelas Fikri.

Fikri melanjutkan, apabila negosiasi debt ceiling tersebut memunculkan kesepakatan, maka pergerakan yield SUN Indonesia dapat menguat kembali ke kisaran 6 persen. Ia memprediksi skenario terbaik yield SUN Indonesia akan berkisar pada 5,9 persen hingga 6 persen.

“Tetapi, jika negosiasi debt ceiling di AS tidak memunculkan kesepakatan sampai batas 18 Oktober, maka pasar global, termasuk pemerintah Indonesia, pastinya akan melakukan langkah-langkah pencegahan. Kami memperkirakan untuk worst case yield SUN berada di level 6,5 persen sampai 6,6 persen di akhir 2021,” pungkasnya.

Sebagai catatan, pergerakan harga obligasi dan yield obligasi saling bertolak belakang. Kenaikan harga obligasi akan membuat posisi yield mengalami penurunan sementara penurunan harga akan menekan tingkat imbal hasil.

Sebelumnya, Menteri Keuangan AS Janet Yellen sebelumnya mengingatkan para anggota parlemen tentang konsekuensi besar jika mereka gagal meloloskan batas utang sebelum 18 Oktober 2021. Meskipun Kongres telah menghindari penutupan sebagian pemerintahan pada Kamis lalu, risiko gagal bayar utang (default) AS masih membayangi negara tersebut.

Risiko default terhadap perekonomian AS diperkirakan akan ikut merambat ke perekonomian negara berkembang, di antaranya Indonesia.

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menyebut jika kesepakatan kenaikan plafon utang tertunda, maka akan berdampak pada gejolak di pasar keuangan global.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper