Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terancam Sentimen The Fed, Ini Proyeksi Harga Emas di Akhir Tahun

Dua faktor yang akan mendorong kenaikan harga emas yaitu perkembangan kasus Evergrande di China dan masalah jatuh tempo obligasi di Amerika Serikat.
Karyawan menunjukan replika emas logam mulia di Butik Antam, Jakarta, Selasa (8/9/2020). Harga emas PT Aneka Tambang Tbk. pada hari perdagangan Selasa (8/9/2020) menurun dibandingkan dengan perdagangan hari sebelumnya. Bisnis/Himawan L Nugraha
Karyawan menunjukan replika emas logam mulia di Butik Antam, Jakarta, Selasa (8/9/2020). Harga emas PT Aneka Tambang Tbk. pada hari perdagangan Selasa (8/9/2020) menurun dibandingkan dengan perdagangan hari sebelumnya. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah sentimen global, terutama dari Federal Reserve, diprediksi menekan harga emas. Namun, harga logam mulia itu masih berpeluang meningkat menuju US$1.800.

Pada perdagangan Kamis (30/9/2021) pukul 08.07 WIB, harga emas spot naik 0,55 persen atau 9,42 poin menjadi US$1.735,79 per troy ounce.

Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengaku optimis dengan kenaikan harga emas di akhir tahun, meski pada kuartal III/2021 harga emas belum menyentuh level tertingginya. Di mana menurut Ibrahim hal tersebut terjadi karena bersamaan dengan rencana tapering off dari Federal Reserve dan menurunnya jumlah kasus Covid-19 di dunia.

Meski demikian, Ibrahim justru memproyeksikan kenaikan harga emas di pasar spot hingga US$1.800 per troy ounce dan bahkan bisa menyentuh nilai US$1.900 per troy ounce.

“Ada kemungkinan besar emas dunia sendiri ini akan di atas US$1.800-an di penghujung tahun,” ungkap Ibrahim kepada Bisnis, Kamis (30/9/2021).

Proyeksi tersebut ungkap Ibrahim berkaitan dengan dua hal menarik yang akan mendorong kenaikan harga emas yaitu perkembangan kasus Evergrande di China dan masalah jatuh tempo obligasi di Amerika Serikat.

Ibrahim menjelaskan, ada kemungkinan gagal bayar oleh Evergrande mengingat perusahaan tersebut sebelumnya tidak bisa membayar kupon. Selain itu ada kemungkinan obligasinya yang jatuh tempo pada Oktober mendatang.

Hal tersebut yang dipercaya Ibrahim akan membawa harga emas dunia melambung karena Evergrande sendiri merupakan salah satu perusahaan properti terbesar di China yang tidak hanya bergerak di bidang properti melainkan hampir di semua core bisnis sehingga bisa saja pemerintah China akan melakukan intervensi.

Beralih ke Amerika Serikat, Ibrahim menyebutkan bahwa ada masalah jatuh tempo obligasi di bulan Oktober. Adapun hutang yang dimiliki negeri Paman Sam tersebut sebesar Rp400.000 triliun.

Pada obligasi yang akan jatuh tempo tersebut, Ibrahim menyebutkan akan ada kemungkinan gagal bayar jika seandainya kongres tidak menyetujui batas atas pinjaman luar negeri AS.

“Ini yang saya merasa optimis bahwa kedua masalah ini yang akan menggerakkan harga emas kedepannya. Bisa saja di kuartal IV harga emas ini akan kembali lagi mengalami penguatan ya kemungkinan akan ketahuan di bulan Oktober,” kata Ibrahim.

Lalu di akhir Oktober, Ibrahim memperkirakan akan ada sentimen negatif untuk harga emas dunia berkaitan dengan rencana kenaikan suku bunga di Amerika Serikat.

Namun pelemahan harga emas karena sentimen ini, dinilai akan terbatas. Bersamaan dengan itu ada perkiraan kenaikan harga logam mulia di India seiring dengan membaiknya perekonomian negara tersebut. India jelas Ibrahim adalah salah satu negara konsumen dan produsen terbesar untuk emas.

Selain itu, larangan perdagangan bitcoin di China menurut Ibrahim juga membawa investor mengalihkan sebagian dananya kepada logam mulia tersebut.

“Jadi logam mulia ini sebetulnya masih cukup menarik untuk di investasikan baik berupa logam mulia maupun emas perhiasan yang di masyarakat Indonesia maupun masyarakat internasional,” kata Ibrahim.

Oleh karena itu, dia memproyeksikan harga emas dunia akan berada di atas US$1.800 per troy ounce di penghujung tahun. Walaupun terjadi koreksi ungkapnya, emas akan berada di level US$1.700 per troy ounce dan akan kembali naik.

Sementara itu, emas bisa menyentuh harga US$1.900 per troy ounce di bulan November mendatang dan akan kembali bergerak di rentang US$1.800 per troy ounce.

Analis Monex Investindo Futures Faisyal justru memproyeksikan sebaliknya. Dia mengungkapkan, kalau melihat tren saat ini, berdasarkan fundamentalnya harga emas mengalami penurunan harga karena rencana pengetatan moneter atau tapering off.

Selain itu, menurut Faisyal adanya penurunan kasus aktif Covid-19 dan sudah mulai mereda, di lihat dari Jepang yang berencana akan menghapus semua kondisi darurat dan juga Australia yang sudah mulai stabil dari Covid-19.

“Jadi dengan menurunnya kasus Covid-19, terus juga rencana kenaikan suku bunga. Tentu itu akan memicu penurunan harga emas di akhir tahun nanti,” ungkap Faisyal secara terpisah kepada Bisnis, Senin (27/9/2021).

Dia pun memproyeksikan harga emas akan mengarah ke level US$1.600 per troy ounce jika memang terjadi pemangkasan stimulus oleh The Fed di bulan November.

Namun Faisyal juga mengungkapkan harga emas akan menguat jika pemerintah China memutuskan tidak membantu Evergrande. Jika hal tersebut terjadi bisa memicu kejatuhan ekonomi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper