Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasang Harga Penawaran Rp1.000, Besok Bentoel (RMBA) Putuskan Delisting dari Bursa

RUPSLB soal keputusan delisting RMBA dari BEI dilakukan pada Selasa (28/9/2021), dengan harga penawaran lebih tinggi dari harga pasar.
PT Bentoel Internasional Investama Tbk atau Bentoel Group adalah perusahaan rokok terbesar kedua di Indonesia. Perusahaan ini berpusat di Jakarta dan Malang/ Bentoel
PT Bentoel Internasional Investama Tbk atau Bentoel Group adalah perusahaan rokok terbesar kedua di Indonesia. Perusahaan ini berpusat di Jakarta dan Malang/ Bentoel

Bisnis.com, JAKARTA - Produsen rokok PT Bentoel Internasional Investama Tbk. (RMBA) berencana akan mengembalikan status perusahaan dari perusahaan publik, menjadi perusahaan tertutup atau go private dalam waktu dekat. RUPSLB terkait aksi korporasi ini akan dilaksanakan besok, Selasa (28/9/2021).

"Kami merujuk kepada pengumuman Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan tertanggal 6 September 2021 terkait dengan penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa yang akan diselenggarakan pada Selasa, 28 September 2021 pada pukul 14.00 WIB," jelas manajemen dalam keterbukaan dikutip Senin (27/9/2021).

Perseroan melaksanakan RUPSLB terkait rencana go private ini dengan sejumlah tahapan. Dimulai dengan pengesahan atas penunjukan KJPP Dasa’at, Yudistira dan Rekan sebagai Penilai Independen dan hasil penilaian yang telah dilakukan oleh Penilai Independen.

Selanjutnya, agenda persetujuan perubahan status Bentoel dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup; penghapusan pencatatan (delisting) saham dari BEI.

Kemudian, persetujuan atas perubahan terhadap Anggaran Dasar Perseroan, yang mencakup perubahan status Perseroan dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup; dan pemberian wewenang kepada Direksi Perseroan melakukan seluruh tindakan yang diperlukan.

Berdasarkan keterbukaan informasi, Jumat (20/8/2021), emiten berkode RMBA ini ingin mengubah status perseroan dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup termasuk penghapusan pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Direksi menyebut jumlah saham yang dimiliki oleh Pemegang Saham publik saat ini relatif kecil yaitu kurang lebih 7,52 persen dari modal ditempatkan Perseroan.

Dengan 7,29 persen dimiliki oleh satu pihak, sehingga hanya 0,23 persen yang dimiliki pemegang saham publik lainnya.

"Dengan jumlah Pemegang Saham publik saat ini kurang lebih 2.385 Pemegang Saham. Saham Perseroan tersebut tidak secara aktif diperdagangkan dan relatif tidak likuid," urainya, Jumat (20/8/2021).

Oleh karena itu, perseroan mengajukan rencana go private dengan alasan-alasan setelah rights issue pada 2016, Perseroan tidak melakukan penggalangan dana (capital raising) dari pasar modal dan tidak ada rencana untuk melakukannya di masa depan.

"Kinerja keuangan Perseroan merugi yang berpengaruh pada kinerja harga saham; Perseroan tidak memberikan dividen kepada pemegang sahamnya setelah tahun buku 2010 dikarenakan posisi Saldo Laba yang negatif," ungkapnya.

Saham Perseroan tidak aktif diperdagangkan di BEI, sehingga relatif tidak likuidnya perdagangan Saham Perseroan, tidak mudah bagi Pemegang Saham untuk melakukan transaksi atas Saham mereka melalui BEI.

Dengan rencana go private, pemegang saham akan memiliki kesempatan untuk menjual kepemilikan saham mereka dengan harga premium terhadap harga pasar.

Adapun, harga penawaran yang diberikan sebesar Rp1.000 per lembar saham adalah harga yang secara signifikan lebih menarik dibandingkan harga penawaran yang disyaratkan dalam POJK No.3/2021 dan Peraturan BEI No.I-I.

Harga Penawaran sebesar Rp1.000 per Saham dalam Penawaran Tender lebih tinggi 356,21 persen lebih tinggi dari harga rata-rata dari harga tertinggi perdagangan harian di BEI dalam jangka waktu 90 hari terakhir sebelum pengumuman rencana go private yaitu Rp281 per Saham.

Saham RMBA bertengger di level Rp306 sejak Agustus 2021. Artinya, harga penawaran buyback lebih tinggi dibandingkan harga pasar.

"Perseroan telah menyampaikan surat kepada BEI pada 5 Agustus 2021 mengenai Permohonan Suspensi Perdagangan Saham PT Bentoel Internasional Investama Tbk. yang memuat rencana Perseroan untuk melakukan Go Private dan delisting," ungkap direksi.

Pada tanggal bursa berikutnya, BEI melalui pengumuman No.Peng-SPT-00008/BEI.PP1/08-2021 memutuskan mengabulkan penghentian sementara perdagangan Saham Perseroan di BEI, yang dilakukan terhitung sejak sesi pertama perdagangan efek hari Jumat, 6 Agustus 2021 hingga pengumuman lebih lanjut.

Perseroan yang tidak memberikan dividen ke pemegang saham setelah tahun buku 2010 karena posisi saldo laba negatif, menjadi salah satu alasan manajemen RMBA untuk go private.

Berdasarkan kinerja keuangan perseroan pada semester I/2021, produsen rokok dengan jenama Dunhill ini membukukan penurunan penjualan 36,3 persen selama semester I/2021. Perseroan membukukan penjualan Rp4,84 triliun, turun dari Rp7,59 triliun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Selama paruh pertama 2021, perseroan mencatatkan penurunan beban pokok penjualan 32,3 persen menjadi Rp4,38 triliun, dari Rp6,48 triliun secara tahunan atau year on year (yoy). Laba kotor perseroan pun tercatat turun 59,4 persen, dari Rp1,11 triliun di semester I/2020, menjadi Rp451 miliar di semester I/2021.

Akan tetapi, RMBA tercatat berhasil menurunkan pos beban penghasilan operasi 70,7 persen menjadi Rp336 miliar di semester I/2021, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 1,147 triliun. Dengan kinerja tersebut, RMBA tercatat mampu membalikkan rugi usaha dari 36 miliar di paruh pertama tahun lalu, menjadi laba usaha Rp115 miliar di enam bulan pertama tahun ini.

Rugi tahun berjalan yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk perseroan pun menyusut menjadi Rp28,9 miliar, dari Rp165,4 miliar secara tahunan.

Sepanjang enam bulan pertama 2021, perseroan mencatatkan penurunan jumlah aset menjadi Rp10,6 triliun, dari Rp12,4 triliun per 31 Desember 2020.

Jumlah liabilitas RMBA per 30 Juni sebesar Rp4,94 triliun, turun dari Rp6,75 triliun di akhir 2020. Sementara jumlah ekuitas perseroan tercatat relatif tetap, yaitu senilai Rp5,72 triliun di paruh pertama 2021, dari Rp5,7 triliun di akhir 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper