Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

TINS Sebut Produksi Bijih Timah Bisa Pulih pada 2022

Emiten berkode saham TINS itu memperkirakan produksi tahun ini berada di kisaran 30.000 ton. Jumlah itu lebih kecil dibandingkan dengan tahun sebelumnya 39.757 ton.
Pekerja menghitung timah batangan di salah satu pabrik di Kepulauan Bangka Belitung. Bisnis/Endang Muchtar
Pekerja menghitung timah batangan di salah satu pabrik di Kepulauan Bangka Belitung. Bisnis/Endang Muchtar

Bisnis.com, JAKARTA – PT Timah Tbk. memperkirakan produksi biji timah perseroan baru akan pulih pada 2022.

Sekretaris Perusahaan Timah Abdullah Umar Baswedan mengatakan perseroan baru bisa memulihkan produksi hulu pada tahun mendatang. Adapun produksi normal emiten plat merah itu berada di kisaran 35.000 ton hingga 45.000 ton bijih per tahun.

Emiten berkode saham TINS itu memperkirakan produksi tahun ini berada di kisaran 30.000 ton. Jumlah itu lebih kecil dibandingkan dengan tahun sebelumnya 39.757 ton.

Abdullah mengatakan penurunan produksi disebabkan oleh relaksasi penerbitan Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB). Pasalnya, RKAB kini diterbitkan oleh pemerintah daerah yang membuat penambang dalam kawasan TINS bisa menjual ke smelter lain.

“Sejak tahun lalu ada relaksasi, tapi mulai 2022 RKAB akan diterbitkan oleh pemerintah pusat. Penjualan kami akan kembali normal karena penambang yang menggali di kawasan TINS menjual kembali bijihnya ke kami,” katanya pada Kamis (2/9/2021).

Menurutnya syarat untuk bisa melakukan ekspor adalah memiliki RKAB dengan lokasi penambangan yang jelas beserta cadangan timahnya. Oleh sebab itu, TINS mulai agresif melakukan penertiban kepada penambang rakyat dengan cara persuasif.

Menurutnya masalah klasik penambang ilegal telah membut produksi perseroan ikut tertekan. Sebagai  informasi, produksi logam timah perseroan ikut terkoreksi pada semester I/2021 sebesar 57 persen menjadi 11.915 ton.

Abdullah mengatakan mayoritas produksi berasal dari tambang di laut. Pasalnya, tambang di laut memiliki biaya produksi yang lebih rendah karena tidak ada biaya sosial. “Skala produksi di laut juga lebih besar dibandingkan dengan darat,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Pandu Gumilar
Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper