Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Mandiri Proyeksi Harga Minyak di US$67,7 per Barel Tahun Ini

Harga minyak masih rentan terkoreksi karena peningkatan kembali kasus Covid-19 di beberapa negara terutama di Asia seperti, Indonesia, Iran, Filipina, Pakistan, Malaysia dan Thailand. 
Kapal pengangkut minyak Pertamina Prime. - Istimewa
Kapal pengangkut minyak Pertamina Prime. - Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. memperkirakan harga minyak tahun ini bergerak di kisaran US$67,7 per barel.

Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro menyampaikan harga forward per 24 Juni 2021 untuk pengiriman Desember 2021 dan Desember 2022 masing-masing sebesar US$72,34 dan US$67,2 per barel. 

Sedangkan konsensus di Bloomberg per 22 Juni 2021 memperkirakan harga rata-rata tahun 2021 sebesar US$65,4 per barel. 

"Kami melihat, peningkatan harga minyak terus didorong oleh pemulihan bertahap ekonomi global setelah anjlok mencapai titik terendah US$19,3 per barel pada 21 April 2020 akibat pandemi Covid-19," katanya dalam Analisis Industri Bank Mandiri, Minggu (27/6/2021) 

Kedati demikian dia menyampaikan perseroan sejauh ini melihat harga minyak masih rentan terkoreksi karena peningkatan kembali kasus Covid-19 di beberapa negara terutama di Asia seperti, Indonesia, Iran, Filipina, Pakistan, Malaysia dan Thailand. 

Selain itu ada ekspektasi peningkatan supply akibat pertambahan produksi minyak paska pertemuan negara OPEC+ pada 1 Juni 2021.

Adapun, pada penutupan tanggal 24 Juni 2021, harga minyak tercatat telah mencapai US$75,38 per barel, meningkat 45,5 persen ytd. Harga tersebut sudah melewati harga tertinggi pada tahun 2019 yaitu US$74,6 per barel pada tanggal 24 April 2019. 

Harga rata-rata pada bulan Juni (sampai dengan tanggal 24) telah mencapai US$73,2 per barel, lebih tinggi daripada harga rata-rata bulan Mei 2021 sebesar US$ 68,3 per barel, dan April 2021 US$65,3 per barel. Konsumsi minyak menurun tipis pada Mei 2021. 

Data EIA (Energy Information Administration) menunjukkan konsumsi minyak dunia pada Mei 2021 mencapai 96,22 juta bph, menurun tipis dibandingkan April 2021 yang sebesar 96,23 juta bph. 

Penurunan konsumsi minyak pada Mei 2021 disebabkan oleh penurunan konsumsi minyak di wilayah Asia dan Oseania sebesar 0,99 juta bph, dan wilayah Eropa sebesar 0,16 juta bph akibat kasus COVID-19 yang meningkat kembali. Sebaliknya, konsumsi minyak di wilayah Amerika Utara dan Timur Tengah meningkat 0,50 juta bph dan 0,55 juta bph. 

Peningkatan tersebut disebabkan oleh pemulihan mobilitas kendaraan darat paska penurunan kasus COVID-19 di Amerika Utara dan pemulihan aktivitas industri di wilayah Timur Tengah. Supply meningkat pada bulan Mei 2021. 

Berdasarkan data EIA, produksi minyak mentah dunia Mei 2021 tercatat sebesar 95,02 juta bph, meningkat dari bulan sebelumnya yang mencapai 93,95 juta bph. 

Pertumbuhan produksi pada bulan Mei 2021 disebabkan oleh penambahan produksi OPEC sebesar 0,44 juta bph dan negara penghasil minyak di wilayah Amerika Tengah dan Selatan sebesar 0,61 juta bph. Berdasarkan laporan EIA, produksi OPEC pada periode Mei hingga Juli 2021 diperkirakan akan terus meningkat karena program peningkatan produksi sebesar 2,1 juta bph yang telah dijalankan sejak awal Mei 2021. 

Sebagai catatan, produksi minyak dunia telah meningkat selama 3 bulan terakhir, setelah sebelumnya mengalami penurunan dari 93,89 juta bph di Januari 2021 ke 90,55 juta bph pada Februari 2021 akibat badai salju yang menyebabkan penutupan banyak sumur minyak di US.  Inventori menurun. 

Dalam tiga bulan terakhir, inventori minyak global terus berkurang dengen tren penurunan yang semakin mengecil karena produksi mulai meningkat. Pada bulan Mei 2021, penurunan inventori sebesar 1,2 juta bph, yang digunakan untuk memenuhi konsumsi yang sudah lebih besar daripada produksi. 

Penurunan inventori pada Mei 2021 ini lebih kecil dibandingkan April 2021 yang mengalami penurunan inventori sebesar 2,28 juta bph; dan juga Maret 2021 yang mengalami penurunan inventori sebesar 2,52 juta bph.  

Sebagai tambahan, inventori di negara-negara OECD meningkat sebanyak 7 juta barel sedangkan Amerika Serikat berkurang sebanyak 4 juta barel. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : M. Richard
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper