Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Goldman Sachs: Aksi Jual Tajam Komoditas Jadi Peluang Beli

Goldman Sachs Group Inc. menilai aksi jual tajam terbaru di pasar komoditas justru sebagai peluang beli.
Goldman Sachs./Bloomberg
Goldman Sachs./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Goldman Sachs Group Inc. menilai aksi jual tajam terbaru di pasar komoditas justru sebagai peluang beli.

Indeks Spot Komoditas Bloomberg merosot 3,6 persen Kamis untuk penurunan satu hari terbesar dalam hampir 14 bulan. Sektor komoditas dilanda beberapa faktor bearish antara lain sinyal Federal Reserve tentang potensi kenaikan suku bunga, ditambah dolar yang lebih kuat, upaya China untuk memperlambat inflasi, serta cuaca.

Kepala riset komoditas Goldman Jeff Currie mengatakan pemulihan dari penurunan saat ini akan memakan waktu lebih lama daripada rebound baru-baru ini. Dia juga mengutip perbedaan antara pergerakan harga komoditas "spot" berdasarkan spekulasi suku bunga dan pembicaraan pasar lainnya, versus ekspektasi untuk penawaran dan permintaan di masa depan.

"Tesis komoditas bullish bukanlah tentang risiko inflasi atau panduan ke depan Fed. Ini tentang kelangkaan dan permintaan fisik yang kuat," katanya seperti dikutip Bloomberg, Sabtu (19/6/2021).

Namun, penurunan terbaru dalam harga komoditas merupakan salah satu ujian terbesar untuk tesis supercycle saat ini, yang menempatkan reli berbasis luas, sebagian didorong oleh lonjakan permintaan bahan baku yang digunakan dalam transisi energi.

Goldman telah memperkirakan reli tembaga dan minyak. Selain itu, baru-baru ini dia mengatakan bahwa China telah kehilangan kekuatan untuk mendikte harga komoditas utama.

Currie mengatakan keyakinan tertinggi bank adalah masih melihat Brent rata-rata US$80 per barel pada kuartal ketiga dan mungkin melompat jauh di atas level itu.

"Konsumsi global kemungkinan meningkat menjadi 97 juta barel per hari dalam beberapa hari terakhir dengan tanda-tanda positif di Eropa dan bahkan India," tambahnya.

Damien Courvalin, Kepala Riset Komoditas Energi Goldman, mengatakan pasar minyak mengalami defisit 3 juta barel per hari. Sementara pasokan telah meningkat setelah kemerosotan pada tahun 2020. "konsumsi global mengalami percepatan yang lebih cepat", katanya.

Dia menunjuk kurangnya pemulihan produksi yang berarti dari Iran, negara-negara OPEC dan pemasok minyak serpih.Dalam hal tembaga, Courvalin mengatakan bahwa fokus sedang bergeser di pasar, dengan China tidak lagi menjadi katalis terbesar untuk harga. Sebaliknya, infrastruktur dan rencana ekonomi hijau di AS dan Eropa akan menjadi kekuatan pendorong di belakang permintaan untuk 2021 dan seterusnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Farid Firdaus
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper