Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Data Tenaga Kerja AS di Bawah Ekspektasi, Harga Emas Dekati US$1.900

Perhatian investor juga tertuju pada komentar Menteri Keuangan AS Janet Yellen terhadap rencana stimulus lanjutan.
Emas batangan 24 karat ukuran 1oz atau 1 ons, setara 28,34 gram. Harga emas mengalami pergerakan ekstrim pada pekan ini yang mana sempat turun ke level US$1.800 per ons beberapa hari setelah memecahkan rekor harga tertinggi./Bloomberg
Emas batangan 24 karat ukuran 1oz atau 1 ons, setara 28,34 gram. Harga emas mengalami pergerakan ekstrim pada pekan ini yang mana sempat turun ke level US$1.800 per ons beberapa hari setelah memecahkan rekor harga tertinggi./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Harga emas mempertahankan kenaikan seiring dengan data ketenagakerjaan AS yang berada dibawah ekspektasi. Rilis tersebut mengurangi kekhawatiran terhadap laju pemulihan ekonomi yang dapat memicu kenaikan inflasi dan pengurangan stimulus

Dilansir dari Bloomberg pada Senin (7/6/2021), harga emas turun tipis 0,2 persen ke level US$1.887,29 per troy ounce. Pekan lalu, harga logam mulia sempat mencapai US$1.916,64 per troy ounce, atau kenaikan harian tertinggi sejak 8 Januari lalu.

Harga emas sedikit terkoreksi setelah rilis data ketenagakerjaan yang menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja AS. Data ketenagakerjaan AS pada Mei mencatat kenaikan lapangan kerja sebesar 559.000, berada dibawah ekspektasi sejumlah ekonom.

Meski demikian, dengan catatan tersebut, AS melanjutkan kenaikan jumlah tenaga kerja. Hasil tersebut juga membawa angka penganggguran AS turun 5,8 persen.

Perhatian investor juga tertuju pada komentar Menteri Keuangan AS, Janet Yellen terhadap rencana stimulus lanjutan. Pada Minggu kemarin, Yellen menyarankan Presiden Joe Biden untuk tetap mengajukan anggaran belanja sebesar US$4 triliun meski dapat memicu kenaikan inflasi hingga tahun depan.

Pada kesempatan yang sama, Yellen juga mengatakan bahwa kondisi suku bunga acuan yang tinggi akan menjadi nilai tambah bagi perekonomian.

Harga emas bertahan di dekat level US$1.900 di tengah peredebatan terkait inflasi dan spekulasi bahwa The Fed akan mulai mengurangi program pembelian obligasinya. 

Presiden The Fed Cleveland Loretta Mester mengatakan para pembuat kebijakan sebaiknya bersabar dan melihat lebih banyak bukti terkait kemajuan pada pasar tenaga kerja AS sebelum mengurangi pembelian obligasi.

Senior Manager for Commodities Phillip Futures Pte., Avtar Sandu mengatakan, rilis data ketenagakerjaan AS yang berada dibawah ekspektasi mengindikasikan pasar tidak perlu terlalu khawatir terhadap prospek tapering yang akan dilakukan The Fed.

“Data ketenagakerjaan yang lebih rendah itu juga akan menekan dolar AS dan imbal hasil obligasi,” jelasnya dikutip dari Bloomberg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper