Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Chairul Tanjung Rugi Rp11,2 Triliun di Garuda (GIAA), Ini Asal-usulnya Menurut Peter Gontha

Perhitungan kerugian sebesar Rp11,2 triliun tersebut terutama karena nilai saham yang terus merosot dalam waktu 9 tahun.
Peter F Gontha/Facebook@Peter F. Gontha
Peter F Gontha/Facebook@Peter F. Gontha

Bisnis.com, JAKARTA – Komisaris PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Peter Gontha memberikan penjelasan soal kerugian yang dialami pengusaha nasional Chairul Tanjung di maskapai pelat merah tersebut.

Hal ini dibeberkan Peter malalui akun instagramnya @petergontha pada Jumat 94/6/2021), sekaligus menjawab postingan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga.

Diketahui, Chairul Tanjung memiliki saham GIAA melalui Trans Airways sebesar 28,27 persen. Porsi ini di bawah kepemilikan pemerintah sebesar 60,54 persen. Selain keduanya, ada kepemilikan publik di bawah 5 persen dengan porsi 11,19 persen.

"Memang saya mewakili orang yang memegang saham minoritas, artinya dikit lah cuman 28 persen, yaitu Chairul Tanjung [CT]. Tapi si minoritas yang sudah rugi Rp11 Triliun," katanya.

Peter memperinci perhitungan kerugian sebesar Rp11,2 triliun tersebut karena investasi di Garuda terutama karena nilai saham yang terus merosot dalam waktu 9 tahun.

“Waktu CT diminta tolong karena para underwriter gagal total dan menyetor US$250 juta. Waktu itu, kurs rupiah masih di kisaran Rp8.000 sekarang sudah Rp14.500,” ungkap Peter.

Selain itu, saat CT membeli saham GIAA, harga masih berada di level Rp625. Posisi tersebut jauh di atas harga saham saat ini yang berada di level Rp256 per saham.

"Silahkan hitung tapi menurut saya, dalam kurun waktu 9 tahun kerugian CT saya hitung sudah Rp11,2 triliun termasuk bunga belum hitung inflasi, banyak juga yah Mas Arya?" tulisnya.

Selain itu, Peter juga menuliskan orang yang tidak setor apa-apa membikin aturan dan strategi tanpa melibatkan pihak Chairul Tanjung. "Sedih kan? [Bukan marah lho]," tambahnya.

Peter menambahkan, pihak yang paling sakit adalah Chairul Tanjung, yang disebut sebagai pemegang saham ece'-ece' atau minoritas.

Sebelumnya, Peter mengungkapkan sejumlah penyebab kritisnya kondisi keuangan Garuda. Antara lain, tidak adanya penghematan biaya operasional, tidak adanya informasi mengenai cara dan narasi negosiasi dengan lessor, dan tidak adanya evaluasi atau perubahan penerbangan/rute yang merugi

Selain itu lanjutnya, cash flow manajemen yang tidak dapat dimengerti, keputusan yang diambil Kementerian BUMN secara sepihak tanpa koordinasi dan tanpa melibatkan Dewan Komisaris, serta aktivitas Komisaris yang oleh karenanya hanya 5-6 jam/minggu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper